Analisis Teks Media dan
Analisis Bingkai (Framing Analysis)
Oleh: Kelompok 9
1. Pendahuluan
Para pakar media kerap berujar, salah satu patokan yang
biasa dipakai untuk mengatakan bahwa kita sudah berada dalam perubahan adalah isi
media massa. Melalui analisis teks media dan analisis bingkai, dapat dipahami
bahwa sebenarnya isi media dipengaruhi oleh berbagai komponen yang terdapat
dalam institusi media itu sendiri.
Teun A. van Dijk memperkenalkan salah satu analisis teks
media yang menghubungkan tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial, dan kontekssosial.
Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke
dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, diteliti struktur teks dan strategi
wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada tingkatan kognisi
sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu
dari wartawan. Sedangkan tingkatan yang ketiga, mempelajari bangunan wacana
yang berkembang dalam masyarakat terhadap suatu masalah.w
Analisis bingkai (framing
analysis)difokuskan pada komentar interpretatif di sekitar isi manifes.
Dengan kata lain, analisisframing
lebih berpretensi untuk menganalisis muatan tekstual yang bersifat laten. Analisis
bingkai (framing analysis) dipakai
untuk membedah cara atau ideologi media saat mengonstruksi fakta.
Makalah ini akan memfokuskan diri pada pembahasan analisis
teks media dan analisis bingkai.
2. Pembahasan
2.1.
Analisis Teks Media van Dijk
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur teks. Van
Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik. Kognisi sosial merupakan
dimensi untuk menjelaskan suatu teks diproduksi oleh individu/ kelompok pembuat
teks. Cara memandang atau melihat suau realitas itu yang melahirkan teks
tertentu. Analisissosial melihat teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur
sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atau wacana.
Van
Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang
masing-masing bagian saling mendukung.Ia membagi ke dalam tiga tingkatan.
Tingkatan pertama yaitu struktur makro, struktur ini merupakan makna global
atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema
yang dikedepankan dalam suatu cerita.Tingkatan kedua, yaitu superstruktur.Ini
merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks,
bagian-bagian teks yang tersusun ke dalam cerita secara utuh.Tingkatan ketiga,
struktur mikro yang menekankan pada makna wacana yang dapat diamati dari bagian
kecil dari cerita seperti bagian semantik, sintaksis, stilistik, dan retorik.
Struktur Wacana
|
Amatan
|
Elemen
|
Struktur Makro
|
Tematik
|
Topik
|
Superstruktur
|
Skematik
|
Skema
|
Struktur Mikro
|
Semantik
Sintaksis
Stilistik
Retoris
|
Latar, detail, maksud praanggapan, nominalisasi
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
Leksikon
Grafis, metafora, ekspresi
|
1. Tematik
Tematik merupakan gambaran umum
pada sebuah teks atau biasa juga disebut dengan gagasan inti, ringkasan
atau hal yang paling utama dari sebuah teks. Topik menggambarkan apa yang ingin
diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaanya. Topik menunjukkan konsep
dominan, sentral dan paling penting dari isi suatu berita.Sehingga sering
disebut sebagi topik atau tema.Dalam analisis, topik suatu berita baru bisa
disimpulkan setelah membaca dan memahami keseluruhan berita yang dimaksud.
Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau semacam gagasan inti
dari wartawan ketika melihat dan memandang suatu peristiwa.
Gagasan
yang menjadi hal pokok dari Van Dijk bahwa wacana pada umumnya dibentuk dalam
tataran umum.Sebuah teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan
atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren yang oleh Van
Dijk disebut dengan istilah koherensi global yaitu bagian dalam teks kalau
dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum.Topik menggambarkan tema umum
dari suatu teks suatu berita.Topik ini
disusun oleh sub topik satu dan sub topik yang lain. Sub topik ini saling
mendukung satu sama lain membentuk topik umum.
Sub
topik ini juga didukung oleh serangkain fakta yang menggambarkan subtopik
sehingga terbentuk teks yang utuh karena saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Sebagai contoh suatu teks berita mengenai demonstrasi mahasiswa.Yang
menjadi tema umum adalah demonstrasi mahasiswa cenderung anarkis dan
menggunakan cara-cara kekerasan. Jika teks ini dianalisis dengan menggunakan
teori Van Dijk, teks ini terdiri dari
beberapa bagian-bagian subtopik, misalnya: mahasiswa menggunakan dan
mempersiapkan senjata, provokasi kepada polisi, penolakan tawaran damai dan
demonstrasi yang diwarnai bentrokan. Masing-masing dari subtopik ini saling mendukung,
memperkuat membentuk topik utama. Begitupun dengan subtema mahasiswa
mempersiapkan senjata misalnya akan diuraikan fakta mengenai prosesi dan kisah
pengumpulan senjata, dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
keseluruhan dari semua fakta saling mendukung membentuk suatu pengertian umum
yang koheren.
2. Skematik
Skematik
dalam wacana berupa skema atau alur yang menunjukkan bagaimana bagian-bagian
dari sebuah teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti.
Contoh, dalam wacana percakapan sehari-hari misalnya mempunyai skema salam
perkenalan, isi pembicaraan, dan salam penutup. Berbeda lagi dengan
tulisan-tulisan ilmiah yang biasanya skemanya berupa abstraksi, latar belakang
masalah, tujuan, hipotesis, isi dan kesimpulan, begitupun halnya dengan teks
berita memiliki skematik.
Berita pada umumnya memiliki dua kategori skema yaitu:
1. Summary,
ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Judul dan lead pada umumnya
menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya.
Lead pada umunya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum
masuk dalam isi berita secara lengkap.
2. Story yaitu isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini
juga mempunyai dua subkategori yaitu:
a. Pertama, situasi meliputi proses jalannya suatu
peristiwa. Subkategori situasi menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya
terdiri atas dua bagian, yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari
peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan
kepada khlayak. Misalnya kita ambil contoh kembali masalah demonstrasi
mahasiswa yang terdiri atas episode yang biasanya juga didukung oleh latar
misalnya dengan mengatakan “ini demonstrasi kesekian yang digelar mahasiswa.
Dengan demikian latar pada umunya digunakan untuk memberi konteks agar suatu
peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khlayak.
b. Kedua, komentar yang ditampilkan dalam sebuah teks. Dalam
komentar menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar
atas suatu peristiwa secara hipotetik terdiri atas suatu bagian. Pertama,
reaksi atau komentar verbal yang dikutip oleh wartawan. Kedua, kesimpulan
yang diambil wartawan dari komentar berbagai tokoh.
Lebih lanjut Van Dijk memaparkan bahwa
skematik merupakan strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin
disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.Skematik
memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian
sebagai strategi sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.Misalnya
dalam sebuah kasus kecelakaan, ada beberapa yang terlibat, yaitu korban, pelaku
dan saksi.wartawan bisa saja memilih yang mana yang lebih ditonjolkan dalam
pemberitaanya, apakah kondisi korbannya terlebih dahulu ataukah kronologi dari
kecelakaan itu ataupun sebaliknya.
3. Latar
Latar
merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti yang ingin
ditampilkan.Seorang wartawan menuliskan sebuah berita dan biasanya mengemukakan
latar belakang atas berita yang ditulis.Latar yang dipilih menentukan ke arah
mana pandangan khlayak hendak dibawa.Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum
pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi
kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan.Oleh karena itu, latar membantu penyelidikan bagaimana
seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
Latar
dapat menjadi alasan pembenaran gagasan yang diajukan dalam teks. Latar teks
merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang
diinginkan oleh wartawan, dalam berbagai kasus biasanya maksud atau isi utama
tidak dibeberkan dalam teks tetapi dengan melihat latar apa yang disajikan dan
bagaimana penyajiannya, dapat di analisis apa maksud yang tersembunyi yang
ingin dikemukakan oleh wartawan. Contoh:
“Pemberitaan
mengenai komunisme dengan usulan pencabutan Tap MPRS XXV/1966.Teks berita bisa
jadi tidak secara eksplisit setuju/ tidak setuju mengenai pencabutan TAP MPRS
tersebut. Akan tetapi kalau misalnya dalam teks tersebut disajikan latar berupa
berbagai kesalahan yang pernah dilakukan oleh PKI, dari pembantaian sampai
pemberontakan, secara implisit dan tersembunyi teks itu sebenarnya ingin
menyatakan ketidaksetujuannya dengan pencabutan Tap tersebut dan menegaskan
alangkah berbahanya kalau Tap tersebut dihapus”
4. Detail
Elemen
wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang.
Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan
dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah
sedikit kalau hal itu merugikan kedudukannya. Detil yang lengkap dan panjang
merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra
tertentu kepada khalayak.
Detil
merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang
implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak
perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagian mana yang
dikembangkan. Yang harus deperhatikan dalam detail adalah keseluruhan dimensi
peristiwa yang diuraikan secara panjang lebar dan uraian mana yang diuraikan
dengan detil yang sedikit.
5. Maksud
Elemen
maksud hampir sama dengan elemen detil. Dalam detil, informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara detil yang panjang. Elemen
maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara
eksplisit dan jelas.dalam konteks media elemen maksud menunjukkan bagaimana
secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu
untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan
versi kebenaran lain.
6.
Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau pilihan antarkata, atau
kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda
dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga, fakta yang tidak
berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seorang
menghubungkannya.
Webster
(dalam Tarigan, 2009:100) mendefinisikan koherensi sebagai berikut:
1.
kohesi; perbuatan atau keadaan menghubungkan,
mempertalikan;
2.
koneksi; hubungan yang cocok dan sesuai atau
ketergantungan satu sama lain yang rapi, beranjak dari hubungan alamiah
bagian-bagian atau hal-hal satu sama lain, seperti dalam bagian wacana, atau
argumen suatu rentetan penalaran
Ada pakar yang mengutarakan bahwa koherensi adalah
pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga pesan yang dimaksud dapat dengan mudah dipahami. Sarana penghubung koherensi terdiri atas beberapa hal.
Pertama, aditif atau penambahan yang ditandai dengan penggunaan dan, juga, lagi, pula. Kedua, sarana
penghubung rentetan atau seri yang ditandai dengan penggunaan pertama, kedua, berikut, kemudian,
selanjutnya, akhirnya. Ketiga, sarana penghubung pronominal yang ditandai
dengan penggunaan saya, mereka, ini, itu,
sana, dan lainnya. Keempat, sarana repetisi. Kelima, sarana sinonim atau
padanan kata. Keenam, sarana keseluruhan atau bagian.Ketujuh, sarana kelas ke anggota.Kedelapan, sarana penekanan.Penekanan dapat ditandai dengan
penggunaan nyatalah, jelaslah, sudah
tentu, sebenarnyalah, dan lainnya.
7. Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana
yang menggambarkan cara wartawan menyembunyikan sesuatu yang ingin diekspresikan
secara implisit. Dalam arti yang umum, pengingkaran menunjukkan seolah wartawan
menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumen atau
fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.Dengan kata lain, pengingkaran
merupakan bentuk strategi wacana di mana wartawan tidak secara tegas dan eksplisit
menyampaikan pendapat dan gagasannya kepada khalayak.
Contoh:
Tanpa pengingkaran
|
Komunisme di banyak negara sudah mati.
|
Tanpa pengingkaran
|
Komunisme sewaktu-waktu dapat hidup.
|
Pengingkaran
|
Memang komunisme di banyak negara sudah mati, tetapi sewaktu-waktu
dapat hidup kembali.
|
8.
Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan
dengan cara berpikir logis,yaitu prinsip kausalitas (apakah A menjelaskan B,
atau apakah B yang menjelaskan A). Dalam kalimatyang berstruktur aktif, seseorang
menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang
menjadi objek dari pernyataannya. Kasus penembakan mahasiswa oleh polisi dapat
disusun ke dalam bentuk kalimat aktif, boleh juga kalimat pasif. Polisi membunuh mahasiswa”, menempatkan
polisi sebagai subjek. Dengan penempatan polisi
di awal frasaatau kalimat, memberi glorifikasi atas kesalahan polisi. Sebaliknya,
kalimat mahasiswa dibunuh polisi,
polisi ditempatkan secara tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat
ini berbeda, karena posisi sentral dalam kalimat kedua ini adalah mahasiswa.
9. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang
dapat menggunakan kata ganti ‘saya’ atau ‘kami’ yang menggambarkan sikap resmi
komunikator semata-mata. Sedangkan kata ganti ‘kita’ menjadikan sikap tersebut
sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunikasi tertentu.
Pemakaian kata ganti yang jamak seperti ‘kita’ (atau
‘kami’) memunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik,
serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) kepada diri sendiri. Kalau kata
ganti ‘kita’ diapakai untuk menunjukkan tidak ada batas antara
wartawan/komunikator dengan khalayak, kata ganti ‘kami’ dan ‘mereka’ justru
menciptakan jarak dan memisahkan antara pihak ‘kami’ dengan ‘mereka’.
Contoh penggunaan kata ganti:
a. kata ganti ‘saya’ :
Saya menginginkan Gus Dur puasa bicara potik.
b. kata ganti ‘kita’ :
Kita menginginkan Gus Dur puasa bicara politik.
c. kata ganti ‘kami’ :
Kami menginginkan Gus Dur puasa bicara politik.
d. kata ganti ‘mereka’ :Mereka
menginginkan Gus Dur puasa bicara
politik.
10. Leksikon
Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang
melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Misalnya
kata ‘meninggal’ memunyai kata lain: mati, tewas, gugur, terbunuh,
menghembuskan nafas terakhir, dsb. Pilihan kata-kata yang diapakai menunjukkan
sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan
dengan pilihan kata yang berbeda-beda.
Peristiwa terbunuhnya mahasiswa dapat disajikan dengan kata-kata
‘pembunuhan’, ‘kecelakaan’, atau bahkan ‘pembantaian’.Demonstrasi mahasiswa
dapat dilabeli sebagai ‘pengacau keamanan’, tetapi dapat juga dilabeli sebagai
‘pahlawan rakyat’.Label ini diapakai bergantung kepada wartawan/komunikator
yang memakai kata-kata tersebut.
a. Polisi
melakukan kekerasan terhadap mahasiswa yang tengah demonstrasi.
b. Polisi
membunuh mahasiswa yang tengah demonstrasi.
c. Polisi
membantai mahasiswa yang tengah demonstrasi.
11.
Praanggapan
Elemen wacana praanggapan (presupposition) merupakan pernyataan
yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks.Kalau latar berarti upaya
mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan adalah
upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.
Misalnya, seorang mahasiswa yang setuju dengan gerakan mahasiswa akan memakai
praanggapan berupa pernyataan ‘perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani
rakyat’. Pernyataan ini adalah suatu premis dasar yang akan menentukan
proposisi dukungannya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya.
Setelah pernyataan itu, umumnya akan diikuti oleh pernyataan yang isinya
mendukung gerakan mahsiswa. Pernyataan itu mengandaikan bahwa perjuangan
mahasiswa itu murni, tidak dipengaruhi oleh motif politik.Sehingga setiap
demonstrasi mahsiswa harus didukung karena menyuarakan suara rakyat.
Contoh
perbandingan yang tanpa praanggapan dan mengandung praanggapan:
a. Tanpa
Praanggapan: Presiden Gus Dur mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/1966.
b. Praanggapan:
Presiden Gus Dur mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/1966. Kalau usul ini diterima, PKI bisa bangkit
kembali.
Argumen
yang diberikan oleh media ini dapat disebut sebagai praanggapan, karena
kenyataannya belum terjadi tetapi didasarkan pada anggapan. Apakah kalau Tap
MPRS itu benar-benar dicabut, PKI benar-benar akan hidup? Apakah rakyat dengan
semudah itu tertarik dengan PKI?Tidak ada bukti yang mendukungnya.Meskipun
berupa anggapan, praanggapan umumnya didasarkan pada ide common sense, praanggapan yang masuk akal atau logis sehingga
meskipun kenyataannya tidak ada (belum terjadi) tidak dipertanyakan
kebenarannya.Orang sudah terlanjur menerimanya.
12. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk
memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting)
oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini
biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan
lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang
dibuat dengan ukuran lebih besar.Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, atau
tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.
Elemen grafis itu juga muncul
dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian
lain yang tidak ingin ditonjolkan.Misalnya ingin menonjolkan keberhasilan suatu
program dengan jalan menampilkan tabel keberhasilan yang telah dicapai.Dalam
wacana yang berupa pembicaraan/lisan, ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk
intonasi dari pembicara/penutur yang memengaruhi pengertian dan menyugesti
khalayak pada bagian mana yang harus diperhatikan dan bagian yang tidak.
Elemen grafik memberikan efek
kognitif, dalam arti ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif
dan menunjukkan apakah suatu informasi itu dianggap penting dan menarik
sehingga harus dipusatkan/difokuskan. Melalui citra, foto, tabel, penempatan
teks, tipe huruf, dan elemen grafis lain yang dapat memanipulasi secara tidak
langsung pendapat ideologis yang muncul.
13. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang
wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,
ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
berita.Akan tetapi, pemakaian
metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu
teks. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan
berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.
Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa,
pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil
dari ayat-ayat suciyang semuanya dipakai untukmmemperkuat pesan utama.
2.2.
Kognisi Sosial
Van Dijk memandang
analisis wacana tidak hanya terbatas
pada struktur teks saja. Tetapi juga membongkar makna yang tersembunyi dari
teks. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi
dan strategi wartawan dalam memproduksi berita. Untuk membongkar makna teks
digunakanlah skema sebagai model. Skema itu yakni:
a. Skema
person, menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang
lain.
b. Skema
diri, berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan
digambarkan oleh seseorang.
c. Skema
peran, bagiamana seseorang menggambarkan peranan yang ditempati seseorang dalam
masyarakat.
d. Skema
peristiwa, menafsirkan setiap peristiwa.
Kognisi sosial dan produksi berita.
Wartawan
menggunakan model untuk memahami peristiwa yang tengah diliputnya. Model itu
memasukkan opini, sikap, perspektif, dan informasi lainnya. Menurut van Dijk,
ada beberapa strategi yang dilakukan, yaitu:
a.
Seleksi, strategi yang kompleks yang
menunjukkan bagiamana sumber, peristiwa, informasi diseleksi oleh wartawan.
b.
Reproduksi, berhubungan dengan apakah
informasi dikopi, digandakan, atau tidak sama sekali oleh wartawan.
c.
Penyimpulan, berhubungan dengan bagaimana
realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan dengan ringkas.
d.
Transformasi lokal, berhubungan dengan
bagaimana peristiwa akan ditampilkan.
2.3.
Analisis Bingkai (Framing Analysis)
2.2.1. Konsep Framing
Analisis bingkai pertama kali dilontarkan oleh Beterson
tahun 1955. Mulanya, framing dimaknai
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir
pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan kategori standar
untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan jauh oleh
Goffman pada tahun 1974, yang mengandaikan frame
sebagai kepingan-kepingan perilaku yang membimbing individu dalam membuat
realitas.
Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis
fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep framing
diadopsi dari ilmu psikologi. Dalam praktiknya, framing membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis,
politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi sehingga suatu
fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis,
politis, atau kultural yang melingkupinya.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara
atau ideologi media saat mengonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi
seleksi, penonjolan, dan bertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna,
lebih menarik, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan
kata lain, framing adalah pendekatan
untuk mengetahui perspektif yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu
dan menulis berita. Cara pandang itu pada akhirnya menentukan fakta yang
diambil, bagian yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta berita diarahkan.
Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan
kebiasaan mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif
pengalaman-pengalaman hidup kita untuk memahaminya. Skemata interpretasi
disebut frames, yang memungkinkan
individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan memberi label
terhadap peristiwa serta informasi.
Entman melihat framing
dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek
realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam,framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan
dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta
yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua ini,
pengambilan keputusan mengenai sisi yang ditonjolkan, tentu melibatkan nilai
dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita.
Penonjolan merupakan proses membuat informasi menjadi
lebih bermakna. Realitas yang disajikan secara menonjol ataumencolok sudah
tentu memiliki peluang besar untuk diperhatikan dan memengaruhi khalayak dalam
memahami realitas. Karena itu, dalam praktiknya framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan
mengabaikan isu lain; serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan
berbagai strategi wacana. Misalnya, penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, halaman depan, atau bagian
belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa
yang diberitakan.
2.2.2. Teknik Framing
Secara teknis, seorang jurnalis tidak mem-framing seluruh bagian berita. Hanya
bagian dari kejadian-kejadian (happening)
penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Menurut Entman, framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yakni: pertama, pada indentifikasi masalah (problem identification), yaitu
peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa; kedua, pada identifikasi penyebab
masalah (causualinterpretation),
yaitu siapa yang dianggap penyebab masalah; ketiga,
pada evaluasi moral (moral evaluation),
yaitu penilaian atas penyebab masalah; dan keempat,
saran penanggulangan masalah (treatment
recommendation), yaitu menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadang
kala memprediksikan hasilnya. Untuk lebih jelasnya, keempat cara tersebut dapat
dilihat pada skema di bawah ini:
Skema framing Robert
Entman
Sekurang-kurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa
menjadi objek framing seorang
wartawan, yakni judul berita, fokus berita, dan penutup berita. Judul berita
di-framing dengan menggunakan teknik
empati, yaitu menciptakan “pribadi khayal” dalam diri khalayak, sementara
khalayak diangankan, menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan atau
keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka dapat merasakan kepedihan yang luar
biasa.
Setelah itu, fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan
kebijakan aktual dengan fokus berita. Kebijakan yang dimaksud adalah
penghormatan terhadap perempuan. Dengan menggabungkan kebijakan tersebut dalam
fokus berita, khalayak akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kekerasan
terhadap perempuan, sekalipun usaha untuk menguranginya sudah dilakukan oleh
berbagai kalangan. Selanjutnya, penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak
ajakan yang dikandung berita.
2.2.3.
Model Framing
Terdapat dua model tentang perangkat
framing yang digunakan sebagai metode
framing untuk melihat upaya media
mengemas berita. Pertama, model Pan
dan Kosicki yang merupakan modifikasi
dari dimensi operasional analisis wacana van Dijk. Kedua, model Gamson dan Modigliani.
Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki
melalui tulisan mereka “Framing Analysis:
An Approach to News Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi struktural
teks berita sebagai perangkat framing, yaitu
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini
membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita
dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita memunyai frame yang berfungsi sebagai pusat
organisasi ide. Frame merupakan ide
yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan sumber,
latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara
keseluruhan).Frame berhubungan dengan
makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari
perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Pertama, struktur sintaksis.
Struktur ini dapat diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan
penyusunan peristiwa oleh wartawan-pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas
peristiwa –ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis dapatdiamati dari headline yang dipilih, lead
yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan
lainnya).
Kedua, struktur skrip melihat
strategi penceritaan atau pertuturan yang dipakai wartawan dalam mengemas
peristiwa. Ketiga, struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan
mengungkapkan pandangannya ata peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau
hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan
melihat pemahaman yang diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. Keempat, struktur retoris, berhubungan dengan
cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata lain, struktur retoris
melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar, yang juga dipakai guna
memberi penekanan pada arti tertentu.
Kerangka Framing
Pan dan Kosicki
STRUKTUR
|
PERANGKAT FRAMING
|
UNIT PENGAMATAN
|
SINTAKSIS
Cara wartawan menyusun fakta
|
1. Skema berita
|
Headline, lead, latar informasi,
kutipan, sumber, pernyataan, penutup
|
SKRIP
Cara wartawan mengisahkan fakta
|
2. Kelengkapan berita
|
5 w + 1 h
|
TEMATIK
Cara wartawan menulis fakta
|
3. Detail
4. Maksud kalimat, hubungan
5. Nominalisasi antarkalimat
6. Koherensi
7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti
|
Paragraf, proposisi
|
RETORIS
Cara wartawan menekankan fakta
|
9. Leksikon
10.
Grafis
11.
Metafor
12.
pengandaian
|
Kata, idiom, gambar/ foto, grafik
|
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Luar biasa juga ini Blog Saudarakueee....
BalasHapusmencerahkan trimaksih!!!!!!