BAB II
PEMBAHASAN
A.
HUBUNGAN
SOSIOLINGUISTIK DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN
1.
Sosiologuistik dengan Linguistik Umum
Sosiolinguistik merupakan ilmu
yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi. Dengan
demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik. Apa yang dikaji dalam
linguistik (ilmu yang mengkaji bahasa sebagai fenomena yang inedependen) dijadikan
dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang
dikaitkan dengan faktor sosial. Apa yang dikaji dalam linguistik, meliputi apa
yang ditelaah De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield, Charles Fries, dan
Hocket) serta kaum Neo Bloomfieldien dengan deep structure dan surface
structurenya, dipandang oleh sosiolinguis sebagai bentuk bahasa dasar yang
ketika dikaitkan dengan pemakai dan pemakaian bahasa akan mengalami perubahan
dan perbedaan. Kajian mengenai fonologi,
morfologi, struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai
oleh sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh
tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin
seorang sosiolinguis dapat mengkaji bahasa dengan tanpa dilandasi pengetahuan
mengenai linguistik murni itu.
Sosiolinguistik mengkaji wujud
bahasa yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial),
yang dengan demikian makna sebuah tuturan juga ditentukan oleh faktor di luar
bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud dan makna bahasa sangat diperlukan
pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa), supaya kajian yang
dilakukan tidak meninggalkan objek bahasa itu sendiri.
2.
Sosiolinguistik dengan Sosiologi
Sosiolinguistik memandang
bahasa sebagai dasar kajian (lihat kembali hubungan antara sosiolinguistik dan
linguistik) dan memandang struktur sosial sebagai faktor penentu variabel. Apa
yang terdapat dalam sosiologi, yang berupa fakta-fakta sosial ditransfer ke dalam
sosiolinguistik, sehingga muncullah keyakinan bahwa bahasa berhubungan dengan
strata sosial. Meskipun demikian, hubungan antara sosiolinguistik dan sosiologi
sebenarnya bersifat timbal-balik (simbiosis mutualisme).
Hubungan sosiolinguistik dan
sosiologi adalah:
1.
Kemajuan teori sosiologi seperti kelompok politik, mobilisasi massa,
interferensi antarkelompok digunakan dalam sosiolinguistik;
2.
Metodologi dalam sosiologi seperti angket, wawancara, pengamatan
terlibat digunakan juga sebagai metode dalam sosiolinguistik;
3.
Istilah-istilah sosiologi seperti funktion,
rolle, dan soziale dimension juga digunakan dalam sosiolinguistik;
4.
Fakta-fakta sosial dalam sosiologi ditransfer ke dalam sosiolinguistik
yang meliputi transfer terhadap fungsi bahasa secara keseluruhan dan terhadap
struktur bahasa itu sendiri.
Dengan memperhatikan
fakta-fakta sosial ini, sosiolinguistik pun mempertimbangkan situasi berbahasa,
siapa yang berbicara, di mana, dan sebagainya,, karena bagaimana pun
sosiolinguistik muncul karena adanya bantuan sosiologi. Hubungan
sosiolinguistik – sosiologi sebagai berikut.
1.
Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi
barometer untuk sosiologi;
2.
Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu
masyarakat;
3.
Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari
perkembanagan penegetahuan menegenai sosiologi.
3. Hubungan Sosiolinguistik
dengan Pragmatik
Pragmatik
merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tujuan dan dampak berbahasa yang
dikaitkan dengan konteks, atau penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan topik
pembicaraan, tujuan, partisipan, tempat, dan sarana. Sebagaimana
sosiolinguistik, pragmatik juga beranggapan bahwa bahasa (tuturan) tidaklah monostyle.
Pragmatik memandang bahasa sebagai alat komunikasi yang keberadaannya (baik
bentuk maupun maknanya) ditentukan oleh penutur dan ditentukan dan
keberagamannya ditentukan oleh topik, tempat, sarana, dan waktu. Fakta-fakta
ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik untuk menjelaskan variasi-variasi bahasa
atau ragam bahasa. Pragmatik sangat
menekankan aspek tujuan dalam berkomunikasi, seperti yang dikemukakan oleh
Searle dalam tindak tuturnya. Bahasa akan berbeda karena adanya tujuan yang
berbeda. Hal-hal ini pun dimanfaatkan oleh sosiolinguistik dengan menekankan
variasi bahasa karena (berdasarkan) fungsi bahasa tersebut.
Penggunaan
bahasa dalam pragmatik juga sangat mempertimbangkan faktor interlokutor, yakni
orang-orang yang terlibat dalam proses berkomunikasi dan berinteraksi.
Karenanya, kode (meminjam istilah sosiolinguistik) yang digunakan pun berbeda.
Dalam sosiolinguistik, aspek interlokutor ini dikembangkan lebih jauh dengan
faktor sosial atau dialek sosial seperti
tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, hubungan
sosial, dan sebagainya. Apabila tuturan “3 X 4 berapa?” akan memiliki makna dan
jawaban yang berbeda. Pragmatik memandang, perbedaan itu disebabkan faktor
tempat, tujuan, dan penutur. Sosiolinguistik memandangnya dari sudut
register. Meskipun demikian, keduanya
memerlukan “pengetahuan bersama” atau common ground untuk sampai kepada pemahaman yang
sebenarnya.
4.
Hubungan Sosiolinguistik dan Antropologi
Antropologi merupakan ilmu tentang manusia,
khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat-istiadat, dan
kepercayaan pada masa lampau. Antropologi memandang bahwa dalam budaya
terkandung aspek bahasa. Dengan demikian apabila di daerah terdapat persamaan
bahasa berarti mempunyai kekerabatan budaya yang dekat. Berarti pula, kesamaan
bahasa menandai kesamaan budaya, dan bahasa dipakai dalam proses pembentukan
budaya seperti mantra, pantun berbalas, debat, musyawarah, dan upacara-upacara
adat. Antropologi membicarakan bahasa secara garis besar guna menjelaskan aspek
budaya. Sosiolinguistik berusaha untuk
memanfaatkan penggolongan masyarakat melalui budaya yang dilakukan antropologi
serta memandangnya sebagai faktor
pemengaruh bahasa. Sosiolinguistik berusaha menguji ulang data linguistik yang
ditemukan antropologi itu. Pandangan
hidup (yang tercermin dalam perilaku) dipakai sebagai faktor penyebab variasi
bahasa terutama aspek kosakata dan struktur. Hal ini tampak antara lain dalam
hipotesis Sapir-Whorf.
Antropologi mendekati objek secara
naturalistik. Antropologi berusaha memasuki “setting” penelitian dengan rapport
sebelum mengadakan observasi partisipatoris. Metode ini dimanfaatkan oleh
sosiolinguistik guna menemukan data bahasa secara akurat sekaligus menemukan
faktor pemengaruhnya secara terperinci.
Di dalam Atropologi terdapat prinsip perkembangan dan perubahan. Prinsip
ini ditransfer ke dalam sosiolinguistik sehingga muncullah istilah kronolek,
tempolek, serta istilah-istilah tabu dalam sosiolinguistik. Antropologi juga
memberikan konsep tentang struktur kebudayaan dan transformai kebudayaan kepada
sosiolinguistik. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya istilah grandfather
(karena adanya konsep dan penghargaan kepada kakek sebagai orang tua yang
mempunyai sifat dan kedudukan yang agung), serta simbok (sebagai orang tua yang
dapat melengkapi dan memberi kesempurnaan atau tombok).
Kebudayaan dalam antropologi disampaikan lewat
bahasa, yang karenanya harus ada kemampuan komunikatif. Prinsip ini pun diambil
oleh sosiolinguistik. Demikian pula, pengetahuan tentang budaya diperoleh
bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti sapaan, penggunaan bahasa sesuai
konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana budaya itu hidup dalam suatu
masyarakat lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang berkembang di
dalamnya. Bahasa dalam antropologi
digunakan untuk pengungkap budaya. Dengan demikian, apa yang dipandang penting,
pastilah akan ditonjolkan. Dalam suatu masyarakat ditemukan berbagai istilah,
sesuai dengan tingkat budayanya.
5.
Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi
Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan
dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak independen. Lebih jauh
Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri.
Linguistik merupakan bagian dari psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur yang
bersatu, yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam
bahasa (deep structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur,
sedangkan competence merupakan unsur yang terlihat dari parole. Dengan
demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal. namun
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya.
Chomsky juga mulai merambah wilayah makna
walaupun akhirnya mengakui bahwa wilayah makna merupakan wilayah yang paling
sulit dalam kajian linguistik. Apa yang
dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh
sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya hanyalah
perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka
diri untuk menelaah perbedaan bentuk tuturan itu. Kaitan antara competence dan performance
terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang dikatakan mempunyai kompetensi
dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan berbagai variasi bahasa
sesuai dengan situasi. Orang yang berperformansi baik tentulah memiliki
kompetensi yang baik, dan memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated code).
Sebaliknya, orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas
(restricted code).
Dalam psikologi perkembangan terdapat fase
perkembangan. mulai menangis (tangis
bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan.
Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya. Dalam
sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia
penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai dengan tingkat perkembangannya).
Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan manula. Dari sudut psikologi, laki-laki memiliki
kejiwaan yang secara umum berbeda dengan wanita. Karenanya, apa yang mereka
tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik mentransfer konsep ini, sehingga
muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin (lihat
kembali “Bahasa dan Jenis Kelamin”).
6.
Sosiolinguistik dengan
Dialektologi
Dialektologi adalah kajiaan tentang variasi
bahasa juga. Dia mempelajari berbagai dialek dalam suatu bahasa yang tersebar
diberbagai wilayah. Tujuannya untuk mencari hubungan kekeluargaan diantara
dialek-dialek itu, juga menentukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata,
berikut maknanya, dari masa ke masa atau dari satu tempat ke tempat lain.
Hubungan sosiolinguistik dengan dialektologi
adalah adalah dalam penelitian keduanya menggunakan metode historis-diakronis.
7.
Sosiolinguistik dengan
Retorika
Retorika disini dimaksudkan sebagai kajian
tentang tutur terpilih (selected speech). Salah satu cabangnya adalah tentang
gaya bahasa (style). Seseorang yang akan bertutur mempunyai kesempatan untuk
menggunakan berbagai variasi, dan untuk itu bahasa menyediakan bahan-bahannya.
terimakasih artikelnya sangat menarik.mantap bener .
BalasHapusTerimakasih, saya juga banyak menulis tentang linguistik di Contohcakap.my.id
BalasHapus