Picture

Picture
Picturku

Selasa, 26 Maret 2013

Bahasa dan Gender


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Sosiolinguistik terdiri dari dua unsur kata yaitu sosio dan linguistik. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari bahasa khususnya unsur-unsur bahasa (ucapan, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur tersebut, termasuk pembentukan unsur tersebut. Sedangkan kata sosio searti dengan kata sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat. Jadi sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan bahasa yang berhubungan dengan penutur bahasa yang merupakan bagian dari anggota masyarakat. Gunawan menyatakan bahwa sosiolinguistik merupakan kajian yang mengaitkan masalah kebahasaan dengan masalah kemasyarakatan (2001; 14-15).
Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Oleh sebab itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di masyarakat.
Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia terpilih menjadi dua jenis, perempuan dan laki-laki. Gender merujuk pada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi soial budaya, yang berkaitan dengan sifat status, posisi, dan perannya dalam masyarakat serta terjadinya perbedaan gender yang dikonstruksi secara sosial-kultural.
Dalam sosiolinguistik, bahasa dan jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Ada ungkapan “mengapa cara berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dengan kata lain, kita tertuju pada beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih suka menggunakan bahasa standar dibandingkan dengan pria. Berkaitan dengan itu, patut dicermati bahasa sebagai bagian sosial, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan keruwetan jaringan sosial, politik, budaya, dan hubungan usia dan masyarakat.
B.           Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis jabarkan maka, rumusan masalahnya adalah “bagaimana hubungan antara bahasa dan gender dalam kajian sosiolinguistik?”
C.          Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui hubungan antara bahasa dan gender dalam kajian sosiolinguistik.


BAB II
PEMBAHASAN


A.          Sosiolinguistik
Secara umum sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi. Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94), Fishman (1972) dalam Chaer dan Agustina (2004:3) mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi variasi bahasa, dan penggunaan bahasa karena ketiga unsur  ini berinteraksi dalam dalam dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur, identitas sosial dari penutur, lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi serta tingkatan variasi dan ragam linguistik.
Sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan.  Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain.  Abdul Chaer dan agustina (1995: 3) merumuskan sosiolinguistik sebagai gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga, serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Linguistik adalah ilmu bahasa atau kajian tentang bahasa, sehingga sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.
Identitas sosial dari penutur dapat diketahui dari pernyataan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Tingkatan variasi dan ragam linguistik, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat beragam yang memiliki fungsi sosialnya masing-masing.
B.           Bahasa dan Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.  Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya.  Gender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dalam sosiolinguistik, bahasa dan jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Ada ungkapan “mengapa cara berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dengan kata lain, kita tertuju pada beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih suka menggunakan bahasa standar dibandingkan dengan pria. Berkaitan dengan itu, patut dicermati bahasa sebagai bagian sosial, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan keruwetan jaringan sosial, politik, budaya, dan hubungan usia dan masyarakat.
Terdapat beberapa perbedaan berbahasa antara pria dan wanita, di antaranya dalam fonologi, morfologi, dan diksi. Dalam segi fonologi, antara pria dan wanita memiliki beberapa perbedaan, seperti halnya di Amerika wanita menggunakan palatal velar tidak beraspirasi, seperti kata kjatsa (diucapkan oleh wanita) dan djatsa (diucapkan oleh pria). Di Skotlandia, sebagian besar wanita menggunakan konsonan /t/ pada kata got, not, water, dan sebagainya. Sementara itu, pria lebih sering mengubah konsonan /t/ dengan konsonan glotal tak beraspirasi. Dalam bidang morfologi, Lakoff menyatakan bahwa wanita sering menggunakan kata-kata untuk warna, seperti mauve, beige, aquamarine, dan lavender yang jarang digunakan oleh pria. Selain itu wanita juga sering menggunakan kata sifat seperti adorable, charming, divine, lovely, dan sweet.  Dilihat dari diksi, wanita memiliki kosakata tertentu untuk menunjukkan efek tertentu terhadap mereka. Kata dan ungkapan seperti so good, adorable, darling, dan fantastic . di samping itu bahasa Inggris membuat perbedaan kata tertentu berdasarkan jenis kelamin seperti actor-actress, waiter-waiterss, mr.-mrs. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran masyarakat bahwa perbedaan pilihan kosa kata ini dibuat, menggambarkan peran masing-masing yang dipegang oleh pria dan wanita.
Dalam hal panggilan wanita juga berbeda dengan pria. Biasanya dalam menggunakan panggilan untuk mereka (wanita) sering digunakan kata-kata seperti dear, miss, lady atau bahkan babe (baby). Dalam bersosialisasi, biasanya laki-laki lebih sering berbicara seputar olah raga, bisnis, politik, materi formal, atau pajak. Sementara itu, topik yang dibicarakan oleh wanita lebih menjurus kepada masalah kehidupan sosial, buku, makanan, minuman, dan gaya hidup. Wanita diharapkan lebih sopan saat bertutur. Tidak dapat dibayangkan seorang wanita menggunakan kata mengumpat “keras”, misalnya damn atau shit , wanita hanya akan bilang oh dear dan sebagainya. Dengan menggunakan bahasa yang sopan atau standar, wanita mencoba melindungi keinginan atau kebutuhan mereka. Dalam hal ini, wanita menuntut status sosial yang lebih. 
Perbedaan gramatikal dapat menyebabkan masalah pada penutur bahasa, seperti bahasa Inggris, dimana kata ganti tentang gender sangat penting. Misalnya, male: he, boy, son, father, uncle, dan lain-lain. Sedangkan female : she, girl, daugther, mother, aunt, dan lain sebagainya.  Spolsky (1998: 37), juga menyatakan bahwa alasan utama  perbedaan gender di dalam penggunaan bahasa  karena tingkat pendidikan seseorang. Di Afrika dan Timur Tengah, atau daerah terpencil di Indonesia, tingkat pendidikan seorang anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan, dan jika orang tua mereka memilih salah satu dari anak mereka untuk sekolah, mereka cenderung memilih menyekolahkan anak laki-laki mereka daripada anak perempuannya. Konsekuensinya anak laki-laki lebih banyak menguasai  kosa kata daripada anak perempuan.
Gender dapat berarti sebagai peran dan tanggung jawab yang digagaskan secara sosial kepada kaum perempuan dan laki-laki dalam suatu kebudayaan atau lokasi tertentu yang didukung oleh struktur-struktur masyarakat. Gender dapat berubah dari waktu ke waktu, dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya, kelas ke kelas bahkan dari budaya ke budaya. Pengertian ini sejalan dengan konsep gender menurut budiman seperti berikut:
Gender adalah suatu distingsi perilaku yang universal di dalam budaya-budaya vernakuler. Konsep gender membedakan waktu, tempat,  peralatan, tugas-tugas, gerak-gerik, bentuk tuturan, dan bermacam persepsi antara yang diasosiasikan pada laki-laki dan yang diasosiasikan pada perempuan (budiman, 1999a: 104).
Gender merupakan landasan bagi berlangsungnya satu pranata masyarakat. Persepsi diri laki-laki dan perempuan, apa dan siapa dirinya, alokasi pekerjaan yang diberikan, pembagian wewenang, terpola melalui sistem sosial gender. Pengaturan gender juga dibakukan melalui berbagai institusi yang ada, yang merupakan tempat terjadinya sosialisasi dan internalisasi nilai seperti keluarga, pendidikan formal, agama, sistem politik, sistem ekonomi (Fakih, 1997: 25).
Pengertian gender secara singakt dikemukakan oleh Fakih sebagai berikut ;
Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang konstruksi secara sosial dan cultural. Terbentuknya perebedaan-perbedaan gender disebabkan banyak hal antara lain dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, dan dikonstruksi  secara sosial dan cultural melalui ajaran agama maupun Negara (Fakih, 1999: 8).

Perbedaan Seks dan Gender
No.
Karakteristik
Seks
Gender
1.
Sumber pembeda
Tuhan
Manusia (Masyarakat)
2.
Visi, misi
Kesetaraan
Kebiasaan
3.
Unsur pembeda
Biologis (alat reproduksi)
Kebudayaan (tingkah laku)
4.
Sifat
Kodrat, tertentu, tidak dapat dipertukarkan
Harkat, martabat, dapat dipertukarkan
5.
Dampak
Terciptanya nilai-nilai :
Kesmpurnaan, kenikmatan, kedamaian, dll, sehingga menguntungkan kedua belah pihak
Terciptanya norma-norma ketentuan tentang “pantas” dan “tidak pantas” yang sering merugikan salah satu pihak. Misalnya, menjadi pemimpin.
6.
Keberlakuan
Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal pembedaan kelas
Dapat berubah, berbeda antara budaya yang satu dengan lainnya.

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh karakteristik  bahwa seks itu adalah bersifat kodrati dan biologis karena merupakan pemberian Tuhan dan tidak dapat berubah, sedangkan gender merupakan hasil konstruksi  manusia (masyarakat) secara sosial budaya sehingga dapat berubah-ubah dari masyarakat satu dengan yang lain.
Hubungan Bahasa dan Gender
Hubungan antara bahasa dan gender dapat terealisasi dalam tiga macam hubungan menurut pandangan Graddol dan joan (2003: 13) yaitu :
1.              Bahasa mencerminkan pembagian gender
Penggunaan bahasa bersifat sensitif terhadap pola-pola hidup dan pola-pola interaksi sehingga terindikasi bahwa perbedaan pengalaman sosial antara laki-laki dan perempuan mempunyai efek tertentu dalam perilaku berbahasa. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai creminan masyarakat.
                Perbedaan linguistik semata-mata merupakan suatu cerminan perbedaan sosial, dan selama masyarakat memandang laki-laki dan perempuan berbeda-beda, dan tidak setara, maka perbedaan dalam bahasa laki-laki dan perempuan akan terus ada Coates (dalam Graddol dn Joan, 2003: 13).
2.              Bahasa menciptakan pembagian gender
Pandangan ini mengimplikasikan bahwa bahasa mempunyai peranan yang penting dalam konstruksi dan pelestarian pembagian gender. Cara bahasa digunakan dalam berbagai konteks kehidupan sosila dapat memproyeksikan bias mengenai laki-laki dan perempuan yang implikasinya mendefinisikan peranan sosial yang diharapkan dari yang laki-laki dan perempuan. Hal ini membentuk opini bahwa bahasa dan wacana tempat manusia terlibat dapat membentuk kepribadian dan kehidupan sosial. Dengan demikian, para penutur dapat mempelajari pembedaan atau pengkategorian yang dianggap penting dalam kultur tertentu jika mempelajari pembedaan linguistiknya.
3.              Bahasa dan struktur sosial saling berpengaruh
Gagasan ini memperlihatkan bagaimana mekanisme non-linguistik didukung oleh ciri linguistik untuk mempertahankan pembagian gender. Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana bahasa mereproduksi konsep-konsep tradisional tentang “feminitas” dan “maskulinitas”. Tetapi, untuk melihat mengapa konsep-konsep tradisional tersebut bersifat opresif  terhadap perempuan diperlukan teori-teori sosial yang ada kaitannya dengan bahasa.
Berikut terdapat pula perbedaan antara maskulin dan feminis ditijau dari segi perbedaan emosional  dan intelektual.
Perbedaan Emosional dan Intelektual antara laki-laki dan Perempuan
Laki-laki (Maskulin)
Perempuan (Feminin)
-                    Sangat agresif
-                    Tidak emosional
-                    Independen
-                    Dapat menyembunyikan emosi
-                    Lebih objektif
-                    Tidak mudah terpengaruh
-                    Tidak mudah goyah terhadap krisis
-                    Lebih aktif
-                    Lebih mendunia
-                    Lebih berterus terang
-                    Jarang menangis
-                    Lebih ambisi
-                    Tidak terlalu agresif
-                    Lebih emosional
-                    Tidak terlalu independen
-                    Sulit menyembunyikan emosi
-                    Lebih sunjektif
-                    Mudah terpengaruh
-                    Mudah goyah terhadap krisis
-                    Lebih pasif
-                    Berorientasi ke rumah
-                    Kurang berterus terang
-                    Lebih sering menangis
-                    Kurang ambisi, dll

Perbedaan sifat akibat perbedaan emosional dan intelaktual antara laki-laki dan perempuan  di atas masih relative dan tidak permanen, sehingga ada sejumlah sifat yang bertukar  atau bersifat terbalik. Adanya sifat yang dapat bertukar antara laki-laki dan perempuan, setelah menerapkannya dan mempersandingkannya dengan hasil representasi gender yang diperoleh sesuai data folklore, mengindikasi bahwa sifat tersebut merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang lebih banyak menguntungkan kaum laki-laki. Hasil konstruksi sifat-sifat dan pelabelan di atas berkorelasi dengan peran dan relasi gender yang berlangsung dalam suatu masyarakat.