BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sosiolinguistik terdiri dari dua unsur kata
yaitu sosio dan linguistik. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari bahasa
khususnya unsur-unsur bahasa (ucapan, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur
tersebut, termasuk pembentukan unsur tersebut. Sedangkan kata sosio searti
dengan kata sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat. Jadi
sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan bahasa yang berhubungan dengan
penutur bahasa yang merupakan bagian dari anggota masyarakat. Gunawan
menyatakan bahwa sosiolinguistik merupakan kajian yang mengaitkan masalah
kebahasaan dengan masalah kemasyarakatan (2001; 14-15).
Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa
dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Hal ini berarti
bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan
sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan
tertentu. Oleh sebab itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara
individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di masyarakat.
Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia
terpilih menjadi dua jenis, perempuan dan laki-laki. Gender merujuk pada
perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi soial budaya,
yang berkaitan dengan sifat status, posisi, dan perannya dalam masyarakat serta
terjadinya perbedaan gender yang dikonstruksi secara sosial-kultural.
Dalam sosiolinguistik, bahasa dan jenis
kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Ada ungkapan “mengapa cara
berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dengan kata lain, kita tertuju pada
beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih suka menggunakan bahasa standar
dibandingkan dengan pria. Berkaitan dengan itu, patut dicermati bahasa sebagai
bagian sosial, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan keruwetan
jaringan sosial, politik, budaya, dan hubungan usia dan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis
jabarkan maka, rumusan masalahnya adalah “bagaimana hubungan antara bahasa dan
gender dalam kajian sosiolinguistik?”
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui hubungan antara bahasa dan
gender dalam kajian sosiolinguistik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sosiolinguistik
Secara umum sosiolinguistik membahas hubungan
bahasa dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengaitkan
fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi. Sosiolinguistik lazim
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa
serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di
dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94), Fishman (1972) dalam
Chaer dan Agustina (2004:3) mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian
tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi variasi bahasa, dan penggunaan bahasa
karena ketiga unsur ini berinteraksi
dalam dalam dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur,
identitas sosial dari penutur, lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi
serta tingkatan variasi dan ragam linguistik.
Sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner
yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan
masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain. Abdul Chaer dan agustina (1995: 3) merumuskan
sosiolinguistik sebagai gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi
adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai
lembaga-lembaga, serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Linguistik
adalah ilmu bahasa atau kajian tentang bahasa, sehingga sosiolinguistik
merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam
masyarakat.
Identitas sosial dari penutur dapat diketahui
dari pernyataan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya
dengan lawan tuturnya. Tingkatan variasi dan ragam linguistik, bahwa sehubungan
dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi
sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat
komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat beragam yang memiliki
fungsi sosialnya masing-masing.
B.
Bahasa
dan Gender
Kata
gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New
World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Gender adalah suatu konsep yang digunakan
untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
pengaruh sosial budaya. Gender diartikan
sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin laki-laki
dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja
yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dalam
sosiolinguistik, bahasa dan jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat.
Ada ungkapan “mengapa cara berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dengan
kata lain, kita tertuju pada beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih suka
menggunakan bahasa standar dibandingkan dengan pria. Berkaitan dengan itu,
patut dicermati bahasa sebagai bagian sosial, perbuatan yang berisi nilai, yang
mencerminkan keruwetan jaringan sosial, politik, budaya, dan hubungan usia dan
masyarakat.
Terdapat
beberapa perbedaan berbahasa antara pria dan wanita, di antaranya dalam
fonologi, morfologi, dan diksi. Dalam segi fonologi, antara pria dan wanita
memiliki beberapa perbedaan, seperti halnya di Amerika wanita menggunakan
palatal velar tidak beraspirasi, seperti kata kjatsa (diucapkan oleh wanita) dan djatsa (diucapkan oleh pria). Di Skotlandia, sebagian besar wanita
menggunakan konsonan /t/ pada kata got,
not, water, dan sebagainya. Sementara itu, pria lebih sering mengubah
konsonan /t/ dengan konsonan glotal tak beraspirasi. Dalam bidang morfologi,
Lakoff menyatakan bahwa wanita sering menggunakan kata-kata untuk warna,
seperti mauve, beige, aquamarine, dan
lavender yang jarang digunakan oleh
pria. Selain itu wanita juga sering menggunakan kata sifat seperti adorable, charming, divine, lovely, dan sweet. Dilihat dari diksi, wanita memiliki kosakata
tertentu untuk menunjukkan efek tertentu terhadap mereka. Kata dan ungkapan
seperti so good, adorable, darling, dan fantastic . di samping itu bahasa
Inggris membuat perbedaan kata tertentu berdasarkan jenis kelamin seperti actor-actress, waiter-waiterss, mr.-mrs.
Hal ini terjadi karena adanya kesadaran masyarakat bahwa perbedaan pilihan kosa
kata ini dibuat, menggambarkan peran masing-masing yang dipegang oleh pria dan
wanita.
Dalam
hal panggilan wanita juga berbeda dengan pria. Biasanya dalam menggunakan
panggilan untuk mereka (wanita) sering digunakan kata-kata seperti dear, miss, lady atau bahkan babe (baby). Dalam bersosialisasi,
biasanya laki-laki lebih sering berbicara seputar olah raga, bisnis, politik,
materi formal, atau pajak. Sementara itu, topik yang dibicarakan oleh wanita
lebih menjurus kepada masalah kehidupan sosial, buku, makanan, minuman, dan
gaya hidup. Wanita diharapkan lebih sopan saat bertutur. Tidak dapat
dibayangkan seorang wanita menggunakan kata mengumpat “keras”, misalnya damn atau shit , wanita hanya akan bilang oh
dear dan sebagainya. Dengan menggunakan bahasa yang sopan atau standar,
wanita mencoba melindungi keinginan atau kebutuhan mereka. Dalam hal ini,
wanita menuntut status sosial yang lebih.
Perbedaan
gramatikal dapat menyebabkan masalah pada penutur bahasa, seperti bahasa
Inggris, dimana kata ganti tentang gender sangat penting. Misalnya, male: he,
boy, son, father, uncle, dan lain-lain. Sedangkan female : she, girl, daugther,
mother, aunt, dan lain sebagainya.
Spolsky (1998: 37), juga menyatakan bahwa alasan utama perbedaan gender di dalam penggunaan bahasa karena tingkat pendidikan seseorang. Di
Afrika dan Timur Tengah, atau daerah terpencil di Indonesia, tingkat pendidikan
seorang anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan, dan jika orang
tua mereka memilih salah satu dari anak mereka untuk sekolah, mereka cenderung
memilih menyekolahkan anak laki-laki mereka daripada anak perempuannya. Konsekuensinya
anak laki-laki lebih banyak menguasai kosa
kata daripada anak perempuan.
Gender dapat berarti
sebagai peran dan tanggung jawab yang digagaskan secara sosial kepada kaum
perempuan dan laki-laki dalam suatu kebudayaan atau lokasi tertentu yang
didukung oleh struktur-struktur masyarakat. Gender dapat berubah dari waktu ke
waktu, dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya, kelas ke kelas bahkan dari
budaya ke budaya. Pengertian ini sejalan dengan konsep gender menurut budiman
seperti berikut:
Gender adalah suatu distingsi
perilaku yang universal di dalam budaya-budaya vernakuler. Konsep gender
membedakan waktu, tempat, peralatan,
tugas-tugas, gerak-gerik, bentuk tuturan, dan bermacam persepsi antara yang diasosiasikan
pada laki-laki dan yang diasosiasikan pada perempuan (budiman, 1999a: 104).
Gender
merupakan landasan bagi berlangsungnya satu pranata masyarakat. Persepsi diri
laki-laki dan perempuan, apa dan siapa dirinya, alokasi pekerjaan yang
diberikan, pembagian wewenang, terpola melalui sistem sosial gender. Pengaturan
gender juga dibakukan melalui berbagai institusi yang ada, yang merupakan
tempat terjadinya sosialisasi dan internalisasi nilai seperti keluarga,
pendidikan formal, agama, sistem politik, sistem ekonomi (Fakih, 1997: 25).
Pengertian gender
secara singakt dikemukakan oleh Fakih sebagai berikut ;
Konsep gender adalah suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang konstruksi secara sosial
dan cultural. Terbentuknya perebedaan-perbedaan gender disebabkan banyak hal antara
lain dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, dan dikonstruksi secara sosial dan cultural melalui ajaran
agama maupun Negara (Fakih, 1999: 8).
Perbedaan Seks dan Gender
No.
|
Karakteristik
|
Seks
|
Gender
|
1.
|
Sumber pembeda
|
Tuhan
|
Manusia (Masyarakat)
|
2.
|
Visi, misi
|
Kesetaraan
|
Kebiasaan
|
3.
|
Unsur pembeda
|
Biologis (alat reproduksi)
|
Kebudayaan (tingkah laku)
|
4.
|
Sifat
|
Kodrat, tertentu, tidak dapat dipertukarkan
|
Harkat, martabat, dapat dipertukarkan
|
5.
|
Dampak
|
Terciptanya nilai-nilai :
Kesmpurnaan, kenikmatan, kedamaian, dll, sehingga
menguntungkan kedua belah pihak
|
Terciptanya norma-norma ketentuan tentang “pantas”
dan “tidak pantas” yang sering merugikan salah satu pihak. Misalnya, menjadi
pemimpin.
|
6.
|
Keberlakuan
|
Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal
pembedaan kelas
|
Dapat berubah, berbeda antara budaya yang satu
dengan lainnya.
|
Berdasarkan
tabel di atas, diperoleh karakteristik
bahwa seks itu adalah bersifat kodrati dan biologis karena merupakan
pemberian Tuhan dan tidak dapat berubah, sedangkan gender merupakan hasil
konstruksi manusia (masyarakat) secara
sosial budaya sehingga dapat berubah-ubah dari masyarakat satu dengan yang
lain.
Hubungan Bahasa dan Gender
Hubungan
antara bahasa dan gender dapat terealisasi dalam tiga macam hubungan menurut
pandangan Graddol dan joan (2003: 13) yaitu :
1.
Bahasa mencerminkan
pembagian gender
Penggunaan
bahasa bersifat sensitif terhadap pola-pola hidup dan pola-pola interaksi
sehingga terindikasi bahwa perbedaan pengalaman sosial antara laki-laki dan
perempuan mempunyai efek tertentu dalam perilaku berbahasa. Dengan demikian,
bahasa dipandang sebagai creminan masyarakat.
Perbedaan linguistik semata-mata
merupakan suatu cerminan perbedaan sosial, dan selama masyarakat memandang
laki-laki dan perempuan berbeda-beda, dan tidak setara, maka perbedaan dalam
bahasa laki-laki dan perempuan akan terus ada Coates (dalam Graddol dn Joan,
2003: 13).
2.
Bahasa menciptakan
pembagian gender
Pandangan
ini mengimplikasikan bahwa bahasa mempunyai peranan yang penting dalam
konstruksi dan pelestarian pembagian gender. Cara bahasa digunakan dalam
berbagai konteks kehidupan sosila dapat memproyeksikan bias mengenai laki-laki
dan perempuan yang implikasinya mendefinisikan peranan sosial yang diharapkan
dari yang laki-laki dan perempuan. Hal ini membentuk opini bahwa bahasa dan
wacana tempat manusia terlibat dapat membentuk kepribadian dan kehidupan sosial.
Dengan demikian, para penutur dapat mempelajari pembedaan atau pengkategorian
yang dianggap penting dalam kultur tertentu jika mempelajari pembedaan
linguistiknya.
3.
Bahasa dan struktur
sosial saling berpengaruh
Gagasan ini
memperlihatkan bagaimana mekanisme non-linguistik didukung oleh ciri linguistik
untuk mempertahankan pembagian gender. Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana
bahasa mereproduksi konsep-konsep tradisional tentang “feminitas” dan
“maskulinitas”. Tetapi, untuk melihat mengapa konsep-konsep tradisional
tersebut bersifat opresif terhadap perempuan diperlukan teori-teori
sosial yang ada kaitannya dengan bahasa.
Berikut
terdapat pula perbedaan antara maskulin dan feminis ditijau dari segi perbedaan
emosional dan intelektual.
Perbedaan Emosional
dan Intelektual antara laki-laki dan Perempuan
Laki-laki
(Maskulin)
|
Perempuan (Feminin)
|
-
Sangat agresif
-
Tidak emosional
-
Independen
-
Dapat
menyembunyikan emosi
-
Lebih objektif
-
Tidak mudah
terpengaruh
-
Tidak mudah goyah
terhadap krisis
-
Lebih aktif
-
Lebih mendunia
-
Lebih berterus
terang
-
Jarang menangis
-
Lebih ambisi
|
-
Tidak terlalu
agresif
-
Lebih emosional
-
Tidak terlalu
independen
-
Sulit
menyembunyikan emosi
-
Lebih sunjektif
-
Mudah terpengaruh
-
Mudah goyah
terhadap krisis
-
Lebih pasif
-
Berorientasi ke
rumah
-
Kurang berterus
terang
-
Lebih sering
menangis
-
Kurang ambisi, dll
|
Perbedaan
sifat akibat perbedaan emosional dan intelaktual antara laki-laki dan
perempuan di atas masih relative dan
tidak permanen, sehingga ada sejumlah sifat yang bertukar atau bersifat terbalik. Adanya sifat yang
dapat bertukar antara laki-laki dan perempuan, setelah menerapkannya dan
mempersandingkannya dengan hasil representasi gender yang diperoleh sesuai data
folklore, mengindikasi bahwa sifat tersebut merupakan hasil konstruksi sosial
budaya yang lebih banyak menguntungkan kaum laki-laki. Hasil konstruksi
sifat-sifat dan pelabelan di atas berkorelasi dengan peran dan relasi gender
yang berlangsung dalam suatu masyarakat.