ASPEK-ASPEK
SEMANTIK
D
I
S
U
S
U
N
HASNA H.
ROSMINA
PAJERIYAH
WA MBURO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semantik Leksikal membahas makna pada tingkat morfologi.
Telah diketahui bahwa objek morfologi pada satuan yang lebih kecil adalah
morfem, sedangkan pada satuan yang lebih besar adalah kata. Kata mengandung
makna, meskipun kadang-kadang morfem juga telah memiliki makna leksikal,
misalnya re- yang bermakna kembali. Karena dalam BI adalah kata yang memiliki
makna leksikal, maka kata dianggap sebagai suatu satuan semantik. Selain kata,
terdapat istilah leksem. Namun karena leksem merupakan “satuan leksikal dasar
yang abstrak yang mendasari berbagai bentuk inflektif suatu kata’’ (Harimurti,
1982 : 98 ), maka dalam pembahasan semantik leksikal, kata-lah yang merupakan
tumpuannya (cf.Pateda, 1986; Ulang cetak,
1989:27). Dalam buku lain Harimurti
(1989:9) mengatakan, “ Dalam karangan ini pun ( maksudnya buku
Morpho-logy, an introduction to the Theory of Word Structure, karangan
Matthews, penulis) ia mempergunakan leksem sebagai satuan dasar dalam leksikon
dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Dengan perkataan lain,
leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan
gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatikal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Mengapa
kata sebagai satuan semantik ?
2.
Apa
yang dimaksud tindak tutur ?
3.
Jelaskan
konsep, tanda, lambang?
4.
Jelaskan
satuan-satuan bahasa ?
5.
Jeaskan
jenis-jenis semantik ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui kata sebagai satuan semantik.
2.
Untuk
mengetahui pengertian tindak tutur.
3.
Untuk
mengetahui konsep, tanda, lambang.
4.
Untuk
mengetahui Jenis-jenis satuan bahasa.
5.
Untuk
mengetahui Jenis-jenis semantik.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kata sebagai satuan semantik
Untuk membahas kata, ada baiknya perhatikan kalimat : “ Ali
dan Bahtiar yang keduanya adalah mahasiswa pergi ke toko buku “
Bentuk-bentuk seperti dan, yang , adalah, mahasiswa dan pergi semuanya
adalah kata bentuk-bentuk seperti mahasiswa dan pergi , mempunyai makna
leksikal, sebab maknanya dapat di lihat di kamus, tetapibentuk seperti, dan,
yang, ke apakah makna lekskalnya ? Makna
lekskalnya akan diketahui setelah kata ini berada di dalam kalimat. Berbeda
dengan kata mahasiswa, toko, pergi, yang meskipun tanpa bantuan kata
yang lain sudah memiliki makna leksikal. Lalu apakah kata itu? Pertanyaan ini tampaknya aneh, karena dalam kehidupan
sehari-hari biasanya tidak sulit bagi seseorang untuk mengenal kata. Usaha yang
paling berhasil mendefinisikan kata sejauh ini adalah apa yang dilakukan oleh Leonard Bloomfield yang lebih banyak
menggunakan kriteria bentuk kata daripada makna. Titik tolak argumentasinya
adalah hubungan kata terhadap kalimat. Ia membedakan dua jenis bentuk bahasa
yaitu, (1) bentuk yang tidak pernah terpakai sebagai kalimat adalah bentuk
terikat ( bound form ), sedangkan (2)
bentuk-bentuk yang bisa menjadi kalimat disebut Bentuk bebas ( Free form). Kata Jelas merupakan bentu
bebas, karena dalam jawaban, seruan dan sebagainya, kata tersebut berdiri
sendiri dan karenanya dapat bertindak sebagai ujaran yang lengkap. Apa yang
membedakan kata dengan bentuk bebas yang lain ialah bahwa kata itu tidak dapat
dipecah tanpa menyisakan bentuk-bentuk yang lebih kecil.
2.
Tindak Tutur
Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle
(dalam Ibrahim 1993:108). Bertolak dari pendapat tersebut, buku How to do
things with word (bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata) dengan
pengarang Austin dan Searle yang menyajikan makalah-makalah tindak tutur.
Berkenaan dengan tindak tutur,
terdapat tindak tutur yang beragam sebagai berikut ini: Austin (dalam Rani,
2010:160-163) membagi tindak tutur, yaitu tindak lokusi (lotionary act), tindak
ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
Bertolak dari pendapat di atas, diuraikan sebagai berikut:
a. Tindak Lokusi
Tindak lokusi merupakan
tindak yang menyatakan sesuatu tetapi tindak tersebut tindak menuntut
pertanggung jawaban dari lawan tutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat
berikut: Ia mengatakan kepada saya, “Jangan lagi ganggu dia”. Pada kalimat
tersebut merupakan tuturan lokusi, penutur menggunakan kalimat deklaratif,
penutur menyatakan sesuatu dengan lengkap pada saat ia ingin menyampaikan
informasi kepada lawan tutur.
b. Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi memiliki
maksud sebaliknya dari tindak lokusi. Tindak ilokusi merupakan tindak yang
mengatakan sesuatu dengan maksud isi tuturan untuk meminta pertanggungjawaban
dari penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Besok saya
tunggu di kampus A gedung A1. Pada kalimat tersebut yaitu “Besok saya
tunggu” merupakan tuturan ilokusi, penutur menggunakan peryataan berjanji
kepada lawan tutur. Peryataan berjanji tersebut meminta pertanggungjawab
penutur akan tindakan yang akan datang kepada lawan tutur.
c. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah
tindak yang mempengaruhi kondisi psikologis lawan tutur agar menuruti keinginan
penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Maaf, saya sangat
sibuk. Kalimat tersebut merupakan tuturan perlokusi, penutur mempengaruhi
kondisi lawan tutur dengan menggunakan peryataan memberi maaf yaitu pada kata
“maaf”. Kata “maaf” dituturkan penutur agar lawan tutur mengerti akan kondisi
penutur bahwa ia sangat sibuk, sehingga tidak bisa diganggu. Berbeda dengan Austin, Searle (dalam Leech, 2011:163-166)
berpendapat membagi tindak tutur ilokusi berdasarkan berbagai criteria, yaitu
asertif, direktif, komisisf, ekspresif, dan deklaratif.
3.
Konsep,
tanda, dan lambang
Konsep
Ambilah satu kaimat, “ saya pergi ke pasar “ kalimat
ini terdiri dari 4 unsur atau 4 kata. Marilah kita perhatikan unsur atau kata
saya kalau ada seseorang berkata saya, apakah yang terbayang pada anda?
Demikian pula dengan kata pergi dan pasar kalau orang berkata pergi, terbayang
adalah kegiatan pergi, kegiatan pergi yang dilakukan seseorang yang disebut
saya. Kegiatan tersebut diarahkan ke pasar, bukan ke sekoah atau termina bus.
Semuanya terbayang pada kita. Mengapa ha itu terjadi? Hal itu terjadi karena ada
orang yang mengujarkannya atau kata-kata tersebut tertulis. Bunyi ujaran atau
ambang yang tertulis diahami karena makna tiap-tiap kata, ada dalam otak kita.
Begitu ada rangsangan berupa kalimat yang terdiri dari kata-kata, maka makna
tiap satuan unsur bahasa yang disebut kata yang ada didalam otak, secara
otomatis keuar dari persemayamnya. Berdasarkan uraian ini, di daam otak kita
sebenarnya bersemayam beribu-ribu, bahkan lebih dari itu, kata yang memiliki
konse yang sia diujarkan jika dibutuhkan. Apabila hal ini dibandingkan dengan
pita rekam ada suatu alat rekam, dapat dibayangkan berapa gulungan pita rekaman
yang tersedia didalam otak kita yang tanpa disete lebih dahuu keluar secara
otomatis kalua diperlukan. Maha Kuasa Allah yang teah menjadikan ini semua bagi
umat manusia. Seyogianya manusia mensyukuri nikmat ini dengan jalan meaksanakan
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Tanda
Tanda
dapat dikatakan leksem yang secara langsung dapat di ikuti bentuk lain,
misalnya tanda baca, tanda bagi, tanda bukti, tanda elipsis, tanda gambar,
tanda hubung, tanda koma, tanda panah, dan lain-lain. Daam kehidupan
sehari-hari banyak tanda yang langsung menghubungkan dengan kenyataan. Jika
jalan berkelok-kelok ada tanda Ȥ yang
memberitahukan kepada pemakai jalan, dan jika jaan menurun ada tanda \ yang
mengingatkan kepada pemakai jaan, teutama mereka yang menggunakan kendaraan
bermotor. Kapal api yang sedang menuju eabuhan dan kebetulan di dalam kapal
tersebut ada orang yang sakit, maka dari jauh sudah kelihatan bendera kuning
sehingga petugas di pelabuhan segera mendatangkan dokter dan mobil ambulans.
Endek kata , manusia diatur oeh norma, antara lain yang berwujud tanda. Teori
tanda dikembangkan oeh C.S.Pierce ( 1839-1914) dan dalam bidang linguistik dikembangkan
oleh F. De Saussure (1857-1913).
q
Berdasarkan
objek, pierce membagi tanda atas icon, index, dan symbol
q
Berdasarkan
interpretan, tanda dibagi atas rheme, dicent sign dan argument.
q
Tanda
yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas yang bersifat verbal dan
nonverbal.
q
Berdasarkan
klasifikasi seperti itu pierce membagi tanda menjadi 10 jenis :
1.
Qualisign yakni kualitas sejauh
yang dimiliki tanda
2.
Iconic sinsign yakni tanda yang
memperlihatkan kemiripan.
3.
Rhematic indexical sinsign yaitu tanda berdasarkan pengalaman langsung menarik perjatian karena disebabkan
oleh sesuatu tentang sesuatu.
4.
Dicent sinsign yakni tanda yang
memberikan informasi.
5. Iconic
legisign yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum
6. Rhematic
indexical legisgn yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu
7. Dicent Indexical legisgn yakni tanda
yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.
8. Rhematic symbol atau symbolic rheme yakni tanda yang
dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.
9.
Dicent
symbol atau yang biasa disebut proposisi adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.
10.
Argument yakni tanda yang merupakan iferens
seseorang terhadap sesuatu berdasarakan alasan tertentu
Lambang
Lambang
yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia,
termasuk bahasa. Lambang berciri :
Ø
Tanda
Ø
Mengganti atau mewakili.
Ø
Berbentuk tertulis atau lisan.
Ø
Bermakna.
Ø
Aturan
Ø
Berisi banyak kemungkinan karena
kadang-kadang tidak jelas
Ø
Berkembang, bertambah
Ø
Individual.
Ø
Menilai.
Ø
Berakibat
Ø
Memperkenalkan
Ada baiknya diingatkan,
istilah lambang yang dalam bahasa inggris disebut symbol. Makna lambang disini
masih tetap berhubungan dengan tanda.
4.
Satuan-satuan Bunyi
Sebagaimana kita lihat, bahasa hanya dapat kita capai dengan
melalui tutur. Itulah sebabnya maka dengan menganalisis ujaran-ujaran tertentu
kita boleh berharap untuk mengidentifikasikan satuan-satuan yang membentuk
bahasa.
a.
Satuan Bunyi
Satuan analisis fonetik yang murni terhadap tutur akan
memisahkan berbagai segmen bunyi ( akustik ) yang selanjutnya dapat
dipecah-pecah lagi menjadi bunyi-bunyi tunggal. Bunyi-bunyi tunggal ini
merupakan satuan fisik terkecil dari pada tutur
dan seperti yang sudah kita ketahui, bunyi-bunyi itu merupakan
bunyi-bunyi potensial yang tersimpan dalam memori kita sebagai kesan-kesan
akustik dan motorik yang dapat di aktualisasikan bilaman di perlukan. Salah
satu konsekuensi yang sangat berarti dari pada fonem ini adalah
diperkenalkannya pandangan semantik kedalam studi tentang bunyi-bunyi bahasa.
Bunyi-bunyi bahasa sebenarnya tidak mempunyai makna sendiri yang bebasa,
kecuali pada kasus yang jarang terjadi, yaitu kata-kata yang terdiri dari satu bunyi
saja, seperti kata perancis eau
(diucapkan /o/) ‘ air’ atau I dalam
bahasa latin, tetapi ini tidak berarti bahwa bunyi-bunyi itu tidak ada unsurnya
dengan makna ; seluruh perbedaan antara fonem-fonem dan alofon-alofon
ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan makna. Seorang arsitek teori fonem,
Prof. Jakobson, pernah mengatakan, “ Fonem itu berpartisipasi dalam pemaknaan,
meskipun ia sendiri tidak mempunyai makna” .
Dari sudut pandang metode linguistik tmbulnya teori fonem
itu mempunyai arti bahwa kita sekarang mempunyai dua disiplin yang berhubungan
dengan bunyi, yaitu Fonetik dan fonologi.
Fonetik memepelajarai aspek akustik dan artikulatorik bunyi-bunyi itu,
sedangkan fonologi meneliti fungsi kebahasaannya yang murni. Perbedaan antara
dua pendekatan ini tepat sehingga fonologi bekerja dengan kriteria makna dan
ahli fonetik. Namun keduanya saling bergantung, dan fonetik tetap merupakan
bagian yang esensial bagi perabotnya tiap linguis.
b.
Satuan Makna
Sudah kita ketahui bahwa Aristoteles mengedintifikasi kata
sebagai satuan tutur terkecil yang bermakna.Definisi ini lama sekali diterima
oleh para linguis, dan hanya baru-baru ini sajalah metode analisis modern,
mengimbangi prosedur ( dan kadang-kadang terminologi ) fisika nuklir, menemukan
satuan sistematis di bawah tataran kata. Karena itu suatu istilah baru
diperlukan untuk menunujukan unsur terkecil yang bermakna. Keberagaman morfem lebih kelihatan jelas dari
kenyataannya. Dari penglihatan yang lebih mendalam kita dapatkan dua kelas
morfem. Kelas pertama mencakup baik kata-kata yang bebas ( seperti perintah,
anak ), yang tidak bebas ( seperti asa dalam putus asa )maupun konstituen atau
bagian langsung dari kata ; prefiks (me-) dan sufiks (-an), dan seterusnya.
Kelas kedua mencakup intonasi dan unsur-unsur infleksional dari berbagai jenis,
yang berkaitan t
dak dengan kata-kata yang berdiri sendiri, melainkan dengan hubungan-hubungan gramatikal
dan struktur kalimat secara keseluruhan. Ini menyebabkan kata lalu menjadi
suatu posisi kunci dalam tataran strukur bahasa.
Usaha yang paling
berhasil mendefinisikan kata sejauh ini adalah apa yang dilakukan Leonard Bloomfield yang lebih banyak
menggunakan kriteria bentuk kata daripada makna. Titik tolak argumentasinya
adalah hubungan kata terhadap kalimat. Ia membedakan dua jenis bentuk bahasa
yaitu, (1) bentuk yang tidak pernah terpakai sebagai kalimat adalah bentuk
terikat ( bound form ), sedangkan (2)
bentuk-bentuk yang bisa menjadi kalimat disebut Bentuk bebas ( Free form). Kata Jelas merupakan bentu
bebas, karena dalam jawaban, seruan dan sebagainya, kata tersebut berdiri
sendiri dan karenanya dapat bertindak sebagai ujaran yang lengkap. Apa yang
membedakan kata dengan bentuk bebas yang lain ialah bahwa kata itu tidak dapat
dipecah tanpa menyisakan bentuk-bentuk yang lebih kecil.
kata itu memegang
peranan penting dalam pembicaraan struktur bahasa, sehingga diperlukan cabang
linguistik untuk mengujinya dalam segala seginya. Cabang linguistik ini disebut
Leksikologi dan setelah fonologi ia membentuk bagian dasar kedua dari
ilmu bahasa.Leksikologi akan berkaitan tidak hanya dengan kata-kata, melainkan
juga dengan jenis morfem yang ikut membangun kata. Dapat dikatakan bahwa
Leksikologi berkaitan dengan kata dan morfem-morfem yang membentuk kata dengan
kata lain, berkaitan dengan satuan-satuan bermakna. Ini berarti unsur-unsur itu
harus diteliti baik bentuk maupun maknanya. Karena itu maka Leksikologi akan
mempunyai dua bagian, yaitu (1) Morfologi,
studi tentang bentuk-bentuk kata, dan, (2) Semantik,
studi tentang makna bentuk-bentuk itu. Jadi begitulah tempat semantik, dalam
sistem disiplin linguistik, jika kita mengikuti istilah secara lurus. Cabang
ilmu lain yang mendapatkan tempat dalam kerangka studi leksikologi adalah etimologi.
c.
Satuan Relasi
Kita sudajh melihat bahwa kata adalah satuan terkecil bahasa
yang dapat bertindak sebagai satuan ujaran yang lengkap. Dalam bahasa inggris,
kata-kata pada umumnya tidak dipakai secra terisolasi, melainkan bergabung
dalam satuan-satuan yang yang menyatakan suatu hubungan tertentu. Misalnay John
Writes. ‘ John menulis ‘. menunjukan hubungan subjek dan predikat.
Kombinasi-kombinasi demikian itu disebut Frasa. Sebuah frasa dapat
didefinisikan sebagai “ Sebuah bentuk bebas yang trdiri dari dua atau lebih bentuk bebas yang
lebih kecil “. Maka perbedan anatara kata dan frasa adalah : Sebuah kata sudah
tidak bisa dipecah lgi tanpa meninggalkan bentuk bebas yang lebih kecil.
sedangkan frasa bis. Sebuah frasa, seperti halnya bentuk bebas lain, mampu
bertindak sebagai suatu kalimat. Hal ini bergantung kepada sifat frasa itu
sendiri, apakah kalimat yang dibentuknya itu lengkap ( Misalnya, Musim panas telah tiba ). Dilain pihak, dua frase atau lebih
dapat bergabung untuk membentuk sebuah kalimat. Studi tentang frase dan
kombinasi frase membentuk bagian ketiga ilmu linguistik, yaitu sintaksis.
Karena frase dan kombinasinya itu mempunyai bentuk dan makna, maka sintaksis
itu, seperti halnay leksikologi, mempunyai dua subbagian yaitu Morfologi dan Semantik subbgaian morfologi mencakup hal-hal seperti infleksi,
urutan kata ( word-order ), Pertatutan,
dan hal-hal lain yang menyatakan hubungan antar kata dalam kalimat. Subbagian
semantik dari sintaksis meneliti makna dan fungsi unsur-unsur sintaksis.
Jika keseluruhan
pembahasan tadi kita rekapitulasikan, mka dapat dikatakan sebagai berikut : ada
empat satuan dasar bahasa yaitu, fonem,
morfem, kata dan frasa. Diantara empat ini morfem merrupakan satuan yang
sangat heterogen ( beraneka ragam ) untuk membentuk pokok satuan bagian khusus
linguistik. Tiga yang lain masing-masing membentuk cabang ilmu bahasa yang
berikut :
Fonem ─ Fonologi
Kata ─ Leksikologi
Frasa ─ Sintaksis
Baik leksikologi maupun sintaksis mempunyai subbagian
morfologi dan subbagian semantik. sudah kita maklumi bahwa leksikologi tidak
hanya berkaitan dengan kata, melainkan juga dengan komponen-komponen kta, dan
bahwa sintaksis mempeljarai tidak hanya frasa, melainkan juga
kombinasi-kombinasi tempat frase itu masuk.
.
5.
Jenis-jenis Semantik
a) Semantik behavioris
Telah
diketahui formula umum yang berlaku bagi penganut aliran behavioris, yakni
hubungan antara rangsangan dan reaksi yang bisa digambarkan :
S R
Berdasarkan
sketsa ini makna berada dalam stimulasi dan respon, antara rangsangan dan
jawaban. Makna ditentukan oleh
situasi yang berarti ditentukan oleh lingkungan. Karena itu, makna hanya dapat
dipahami jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam lingkunagn
pengalaman manusia. Contoh, seorang ibu menyuapkan sesendok bubur tim kepada
bayinya. sebelum ibu menyuapkan bubur, ibu berkata , “ Mam... mam...” dan bersamaan dengan itu, ia menyuapkan bubur ke
mulut bayi.
Karena
situasi semcam itu berulang-ulang terjadi, bayi tadi memahami kegiatan
mengunyah sesuatu disebut makan, dan benda cair yang biasa dikunyah disebut
bubur. Dengan kata lain, bayi memahami makna melalui pembiasaan. Pada suatu
hari ibu memperlihatkan pisang dan bersamaan dengan itu, ibu mengatakan pisang.
Si bayi memahami makna melalui pengalaman dan datanya ada. Lama-lama bayi yang
sudah meningkat menjadi anak akan bertanya sesuatu yang dilihatnya, apa lagi
jika anak telah berada pada tahap lapar.
Semantik
behavioris yang dikembangkan dalam dunia linguistik sebelumnya mendapat
pengaruh dari psikologis berdasarkan temuan J.B.Warton sebagai pendiri aliran
behavioris. berdasarkan penelitian itu dikembangkan istilah stimul.us, jawaban
dan karena sesuatu berulang-ulang terjadi, maka hal itu menjadi kebiasaan yang
pada gilirannya menjadi gerakan refleks tidak bersyarat.
b)
Semantik
Deskriptif
Semantik
deskriptif yakni kajian semantik yang khusus memperhatikan makna yang sekarang
berlaku. Makna kata itu untuk pertama kali muncul, tidak diperhatikan.
Misalnya, dalam BI ada kata juara. Makna
kata juara yang diperhatikan, yakni
orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan, perlombaan atau di
sekolah. Semantik deskriptif pun hanya memperhatikan makna sekarang dalam
bahasa yang diketahui secara umum, dan bukan karena kata tersebut kebetulan ada
dalam bahasa daerah atau dialek bahasa yang bersangkutan.
c)
Semantik
Generatif
Teori
semantik generatif muncul karena ketidak puasan linguis terhadap pandangan
chomsky. Mereka itu, misalnya Postal, Mc Cawley, Lakoff. Menurut pendapat
mereka, struktur semantik dan struksur sintaksis bersifat homogen ; meskipun
mereka mengakui semantik mempunyai ekstensis yang lain dari sintaksis. struktur
dalam tidak sama dengan struktur semantik. Dan untuk itu menghubungkannya cukup
digambarkan oleh satu jenis kaidah, yakni transformasi. Hal ini berbeda dengan
pandangn chomsky karena menurut aliran transformasi untuk menghubungkan
struktur semantik dengan struksur sintaksis diperlukan kaidah lain.
Dalam
teori semantik generatif terdapat istilah argumen, yakni suatu yang
dibicarakan, sedangkan predikat adalah semua yang menunjukan hubungan
perbuatan, sifat, dan keanggotaan. Jadi, kalau kita menganalisis makna kalimat
maka kita harus mengabstraksikan predikat dan menentukan argumen-argumennya
(Bolinger, 1975 : 541).
Teori
semantik generatif muncul tahun 1968. Teori ini tiba pada kesimpulan bahwa tata
bahasa terdiri dari struktur dalam yang berisi tidak lain dari strukutur
semantik dan struktur luar yang merupakan perwujudan ujaran.
d)
Semantik
Gramatikal
Semantik
gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam
satuan kalimat.
e)
Semantik
Historis
Semantik
historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian
waktu. Palmer (1976:11) mengatakan “
historical semantic, the study of the change of meaning in time “. Semantik
sendiri merupakan hal yang abstrak. Karena semantik merupakan hal yang abstrak,
maka apa yang ditampilkan oleh semantik sekedar membayangkan kehidupan mental
pemakai bahasa. Kehidupan mental pemakai bahasa tentu sangat luas karena
pemakai bahasa dapat dilihat sebagai makhluk individual sekaligus makhluk
sosial. Karena manusia sebagai makhluk sosial maka pengalamannya bertambah
luas, dan karena itu kosa katanya bertambah banyak. Akibatnya pemahaman makna
kata bertambah luas pula.
Semanik
historis menekankan studi makna dalam rentangan waktu, bukan sejarah perubahan
bentuk kata. Perubahan bentuk kata lebih banyak menjadi kajian linguis yang
bergerak dalam bidang linguistik historis.
f)
Semantik
Leksikal
Semantik
Leksikal adalah kajian semantik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem
makna yang terdapat dalam kata. Verhaar (1983:9) berkata, “ Perbedaan antara
leksikon dan gramatikal menyebabkan bahwa dalam semantik kita bedakan pula
antara semantik leksikal dan semantik gramatikal. “ Mengenai semantik leksikal
tidak terlalu sulit : sebuah kamusmerupakan contoh yang tepat untuk semantik
leksikal ; makna tiap kata diuraikan di situ. Jadi, semantik leksikal
memperhatikan makna yang terdapat didalam kata sebagai satuan mandiri. Kita tidak
membahasnya ketika kata tersebut dirangkaikan sehingga menjadi kalimat.
g)
Semantik
Logika
Semantik
Logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan
notasi simbolik dalam analisis bahasa. Semantik logika mengkaji sistem makna
yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang mengacu
kepada pengkajian makna atau penafsiran ujaran. Dalam semantik logika dibahas
makna proporsi yang dibedakan dari kalimat, sebab kaliamat yang berbeda dalam
bahasa yang sama dapat saja diujarkan dalam proporsi yang sama; sebaliknya
sebuah kalimat dapat diujaran dalam dua atau lebih proporsi.
h)
Semantik
struktural
Semantik
struktural bermula dari pandangan linguis struktural yang dimulai oleh
Ferdinand de saussure ( seorang pakar linguistik, pendiri linguistik modern,
berkebangsaan swiss) yang melahirkan
aliran struktural dalam linguistik, atau yang biasa disebut Struktural (Lyons, I, 1977:231).
Penganut strukturlisme berpendapat bahwa setiap bahasa adalah sebuah sistem,
sebuah hubungan struktur yang unik terdiri dari satuan-satuan yang disebut
struktur. Struktur itu terjelma dalam unsur berupa fonem, morfem, kata, frasa,
Klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi, morfologi,
sintaksis, dan wacana. Menurut pandangan linguis struktural pada unsur fonem
tidak ada makna tetapi dapat membedakan makna ; pada unsur morfem ada yang
bermakna, dan ada yang hanya mengakibatkan munculnya makna; pada unsur kata
memang ada makna yang disebut makna leksikal; pada unsur frasa ada makna, yakni
makna frasa itu sendiri, pada unsur klausa terdapat makna, yakni makna klausa
iu sendiri; pada unsur kalimat terdapat makna, yakni makna gramatikal; dan pada
unsur wacana terdapat makna wacana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)Kata sebagai satuan semantik yaitu Kata Jelas merupakan bentuk bebas, karena dalam jawaban,
seruan dan sebagainya, kata tersebut berdiri sendiri dan karenanya dapat
bertindak sebagai ujaran yang lengkap.
2)
Tindak Tutur, Menurut
Austin, ada tiga jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu:
·
tindak
lokusi
·
tindak
ilokusi
·
tindak
perlokusi
3)
- Konsep adalah referen dari suatu lambang
-
Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang
mewakili sesuatu [yang lain] dalam kaitan atau kapasitas tertentu. Tanda
mengarah kepada seseorang, yakni menciptakan dalam pikiran orang itu suatu
tanda lain yang setara, atau bisa juga suatu tanda yang lebih terkembang.
-
Lambang yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam
kehidupan manusia, termasuk bahasa.
4)
Satuan-satuan Bahasa
·
Satuan
bunyi
·
Satuan
makna
·
Satuan
relasi
5)
Jenis-jenis semantik
·
Semantik
Behavioris
·
Semantik
Deskriptif
·
Semantik
Generatif
·
Semantik
Gramatikal
·
Semantik
Historis
·
Semantik
Leksikal
·
Semantik
Logika
·
Semantik
Struktural
B.
Saran
Upayakan untuk memperbanyak referensi yang dapat
memperkaya pengetahuan dan isi dari makalah ini. Sebagai manusia biasa kami sendiri tidak luput dari
kesalahan dan kehilafan dalam suatu pekerjaan. Begitu juga hal dengan makalah
ini masih banyak kesalahan, kekurangan serta kekeliruan. Olehnya itu dengan
tangan terbuka kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak demi tercapainya
sebuah kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie, d. 1967. Elements
of general phonologi. Edinburgh :Edinburgh university press.
Barber, C.L. 1972. The Story
Of Language. London : The causher press
Casson, Ronald W. 1981. Language,
culture, and cognition. New york : Macmillan publishing Co.Inc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar