Picture

Picture
Picturku

Minggu, 26 April 2015

Aspek-aspek Semantik



Makalah

ASPEK-ASPEK SEMANTIK










OLEH
KELOMPOK II
EVISATRI  PANJA               (213010042)
WA ODE GUSRIN                 (213010033)
LAODE TASMIN                   (213010043)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya dalam kegelapan .
Materi ini di susun untuk kita sebagai mahasiswa jadikan sebagai bahan bacaan dalam mempelajari, memahami, dan mengamalkan apa yang kita ketahui tentang  ASPEK-ASPEK SEMANTIK” .
Mudah-mudahan ALLAH SWT selalu menganugerahkan nikmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Amin.
Sesungguhnya makalah ini masih jauh dari yang di inginkan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dari segenap pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Fakultas Bahasa Dan Sastra Indonesia.


                                                                                            Baubau,    April 2015
                                                                                               
                                                                                            Penyusun   




ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..............................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah.........................................................................................   2
C.    Tujuan Penulisan..........................................................................................   2

BAB II PEMBAHASAN
A.      Aspek-Aspek Semantik................................................................................   3
B.       Kata Sebagai Satuan Semantik...................................................................   3
C.      Tindak Tutur................................................................................................   5
D.      Konsep Tanda dan Lambang.....................................................................   6
E.       Satuan-Satuan Bahasa.................................................................................   9
F.       Jenis-Jenis Semantik.................................................................................... 10

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan........................................................................................................ 14
B.     Saran.............................................................................................................. 14








iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Sebuah telaah tentang semantik tidak akan selesai dengan memberikan makna pada setiap kata dalam sebuah bahasa. Semantik berasal dari bahasa yunani, semantik dinyatakan sebagai ilmu makna. Makna bahasa, khususnya makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks. Makna kata dapat dibangun dalam kaitannya dengan benda atau objek di luar bahasa.
Dalam konsepsi ini, kata berperan sebagai label atau pemberi nama pada benda-benda atau objek-objek yang berada di alam semesta. Makna kata juga dapat dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam pikiran pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi pengguna bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi diluar bahasa. Dalam konteks ini, misalnya penggunaan bahasa akan tidak sama dalam menafsirkan makna kata demokrasi karena persepsi dan konsepsi mereka berbeda terhadap kata itu. selain kedua konsepsi itu, makna kata juga dapat dibentuk oleh kaitan antara stimulus, kata dengan respons, yang terjadi dalam suatu peristiwa ujaran.
Semantik juga mencakup tentang aspek-aspek yang ada pada semantik berupa penamaan yaitu proses perlambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen yang berada diluar bahasa, aspek-aspek semantik juga mengacu pada tindak tutur, jenis dan satuan semantik.



B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ingin di pecahkan yaitu:
1.    Apa yang di maksud dengan konsep, tanda dan lambang?
2.    Apa saja jenis-jenis semantik?
3.    Apa yang di maksud dengan satuan-satuan bahasa?
4.    Apa yanga di maksud dengan tindak tutur dalam bahasa?

C.           Tujuan
 Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat disampaikan tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.    Untuk mengetahui konsep, tanda dan lambang.
2.    Untuk mengetahui jenis-jenis semantik.
3.    Untuk mengetahui apa itu tindak tutur dan satuan-satuan bahasa.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.           Aspek-Aspek Semantik
Aspek semantik terdiri dari:
1.    Tanda
Adalah untuk menunjukan sesuatu.
Contonya : bunyi ambulan dan bunyi mobil kebakaran.
2.    Lambang
Contonya: orang menikah dengan lambang janur kuning dan lambang negara kita burung garuda.
3.    Simbol
Terbagi dua simbol tulisan dan lisan.
Contohnya: simbol tanda rambu-rambu lalu lintas
4.    Penanda
                               
B.       Kata Sebagai Satuan Semantik
Untuk membahas kata, perhatikan kalimat “Ali dan Bahtiar yang keduanya adalah mahasiswa pergi ke toko buku di manado.” Di mana bentuk-bentuk seperti: dan, yang, adalah, mahasiswa, pergi, ke, toko, semuanya disebut kata dalam bahasa indonesia (BI). Bentuk-bentuk seperti mahasiswa, pergi,toko, mempunyai makna leksikal, sebab maknanya dapat dilihat dari dalam kamus, tetapi bentuk seperti, dan, yang, ke, adalah bentuk leksikalnya tergolong bentuk bebas terikat konteks kalimat.
Sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari  kita mendengar orang yang menampaikan pikiran, perasaan, dan kehendaknya dengan menggunakan kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat itu terdiri dari bentuk-bentuk bebas dan bentuk bebas yang terikat konteks kalimat.
Disini tidak digunakan istilah leksem oleh karena, seperti dikatakan Harimurti, leksem hanya merupakan bahan dasar kata. Bentuk juang belumlah mengandung makna leksikal, oleh karena tidak ada orang mengatakan “Saya juang untuk negara.” atau “Pembangunan sekolah itu telah kami juang.” Yang ada ialah “Saya berjuang untuk negara,” dan “Pembangunan sekolah itu telah kami perjuangkan.” Bentuk juang disebut leksem, yang ternyata belum mengandung makna leksikal.
Selain itu, jika leksem diambil sebagai satuan semantik, terdapat beberapa kesulitan. Kesulitan itu yakni:
1.    Tidak semua leksem mempunyai makna leksikal.
2.    Di dalam ujaran tidak semua leksem dengan mudah ditentukan, kecuali kalau leksem-leksem itu ditulis. Di dalam sistem tulisan, tiap leksem ditandai oleh adanya spasi, jarak penulisan setiap leksem dengan leksem yang lain.
3.    Ada leksem yang bersifat transparan (transparent) dan ada yang bersifat opak (opaque). Leksem yang bersifat transparan adalah leksem yang maknanya jelas, sedangkan leksem yang bersifat opak adalah leksem yang maknanya kabur, tidak jelas. Leksem pergi, masuk maknanya jelas, tetapi leksem juang maknanya masih samar-samar atau kabur, atau belum jelas maknanya.
4.    Di dalam bahasa inggris terdapat leksem yang dapat di golongkan ke dalam fonestetik (phonaesthetic) , misalnya ada kata yang mulai dengan klaster sl-, seperti slide (film slide), slither (merayap), slidge, (kotoran, endapan, lumpur), sedangkan dalam BI terdapat kata-kata angkasawan, dermawan, hartawan, ilmuwan, olahragawan, wartawan, meskipun tidak tergolong kata-kata fonestetik, unsur-unsurnya dapat dipisahkan, dan ternyata unsur wan memiliki makna, yakni bermakna orang atau mempunyai sifat. Bentuk -wan bukanlah leksem, juga bukan kata, tetapi ternyata bentuk ini mengandung makna.
5.    Analisis makna kadang-kadang mengabaikan analisis kata. Misalnya dalam bahasa inggris terdapat gabungan leksem heavy smoker dan good senger. Secara sistematis leksem-leksem ini tidak memiliki makna berdasarkan unsur-unsurnya, tetapi maknanya adalah perokok keras dan seorang penyanyi yang baik.
6.    Sekalipun di dalam BI terdapat leksem jantan dan betina, tetapi leksem-leksem ini tidak begitu saja digunakan. Tidak mungkin orang berkata, “si ali jantan.” dan “si aminah betina,” tetapi: si ali laki-laki atau pria, dan si aminah perempuan atau wanita. Yang ternyata jantan dan betina hanya di gunakan untuk binatang atau hewan.
7.    Akhirnya kadang-kadang ada bentuk yang berhubungan dengan idiom dan ungkapan.

C.           Tindak Tutur
Tindak tutur adalah bahwa kita menggunakan bahasa untuk mengerjakan dan melukiskan sesuatu.
Austin berpendapat, dalam mengujarkan sebuah kalimat, penutur terlibat dalam tiga macam tindakan (Austin 1962: ceramah VII) :
1.      Tindak locutionary
Adalah dasar tindakan dalam suatu ujaran atau pengungkapan bahasa yang memiliki makna dari suatu tuturan. (tindak mengujarkan dengan makna tertentu)
Contoh ujaran: Saya akan padamkan lampumu.
2.      Tindak illocutionary
Adalah tindakan atau maksud yang menyertai ujaran. Melalui pernyataannya, penutur mengungkapkan maksud dan apa yang diharapkan dari mitra tuturnya, seperti pujian, kritik, persetujuan, ancaman, janji, taruhan dan sebagainya.
Pada contoh “ saya akan padamkan lampumu” dimaksudkan sebagai ancaman agar pendengar melakukan sesuatu.
3.      Tindak perlocutionary
Adalah pengaruh dari tindak locutionary dan illocutionary. Ada suatu pengaruh atau reaksi bagi mitra tutur akibat tindakan penutur. Misalnya menakut-nakuti (takut), menghibur (gembira/senang), atau menyebabkan pendengarnya melakukan sesuatu.

Austin membagi tindak tutur ke dalam dua bentuk, yaitu konstatif dan perfomatis:
1.      Tindak tutur konstatif yakni ujaran yang berfungsi hanya untuk menyatakan sesuatu. Suatu ujaran digunakan untuk menggambarkan kejadian yang bersifat deklaratif.
2.      Tindak tutur perfomatif yakni ujaran yang dituturkan tidak hanya untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga sebuah tindakan.
  
D.           Konsep Tanda dan Lambang
a.    konsep
Ambil salah satu kalimat, “saya pergi ke pasar.” Kalimat ini terdiri dari 4 unsur atau  kata. Kita perhatikan unsur atau kata saya. Kalau ada seseorang berkata saya, demikian pula dengan kata pasar. Kalau orang berkata pergi , terbayang adalah kegiatan pergi, kegiatan pergi yang dilakukan seseorang yang disebut saya. Kegiatan tersebut diarahkan ke pasar, bukan ke sekolah atau ke terminal bus. Hal itu terjadi karena ada orang yang mengujarkannya atau kata-kata tersebut tertulis. Bunyi ujaran atau lambang yang tertulis di pahami karena makna tiap-tiap kata, ada di dalam otak kita.
Dengan demikian kata-kata saya, pergi, ke, dan pasar, semuanya mempunyai konsep di dalam otak kita. Konsep kata saya adalah orang pertama bentuk hormat kalau orang sedang berkomunikasi dengan kawan bicara dalam BI. Konsep kata saya berbeda dengan konsep kata engkau, ia, kami, dan kamu.
Konsep itu dapat di pahami melalui kemandirian kata atau melalui relasi dengan kata yang lain. Ada kata yang bebas  konteks kalimat, dan ada kata yang bebas tetapi terikat konteks kalimat. Makna kata yang bebas konteks kalimat mudah di analisis, sedangkan makna kata yang teriakat konyeks kalimat sulit di analisis.





b.   Tanda

Tanda dapat dikatakan leksem yang secara langsung dapat diikuti bentuk lain, misalnya tanda baca, tanda bagi, tanda bukti, tanda elipsis, tanda gambar, yakni gambar yang digunakan sebagai tanda atau lambang suatu partai atau golongan masyarakat yang tampil sebagai kontestan dalam pemilihan umum, tanda hubung, tanda koma,tanda kurung, tanda kutip, tanda mata, tanda panah, tanda pangkat, tanda petik, tanda pisah, tanda putus, tanda seru, tanda tambah, tanda tanya, dan tanda waktu.

Berdasarkan klasifikasi pierce membagi tanda menjadi 10 jenis.
1.    Qualisign, yakni kualitas sejauh yang di miliki tanda. Kata keras menunjukan kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2.    Iconic sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh, diagram, foto, peta, dan tanda baca.
3.    Rhematic Indexucal sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh, jalan yang selalu mendatangkan kecelakaan berdasarkan pengalaman; maka di tempat tersebut dipasang tanda yang memperlihatkan bahwa selalu terjadi kecelakaan di jalan itu.
4.    Dicent sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu, misalnya tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
5.    Iconic legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
6.    Rhematic Indexical legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya,  mana buku itu” dan jawab “itu!”

7.    Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka yang sedang dilarikan ke rumah sakit.
8.    Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lalu kita katakan, harimau. Mengapa kita berkata demikian, karena ada asosiasi antara ganbar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang namanya harimau.
9.    Dicent Symbol atau yang biasa disebut proposisi (proposition) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata, “pergi!” , penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak, dan serta merta kita pergi.
10.     Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap seab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu.

c.    Lambang
Lambang (symbol) adalah unsur bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional yang mewakili hubungan objek dan signifikasinya (cf. Lyons,I, 1997:100). Kata-kata, kalimat, dan tanda-tanda yang bersifat konvensional yang lain tergolong lambang (Pierce, dalam Innis., Ed., 1985:16). Lambang berciri:
1.    Tanda. Orang berkata, “Mangga!” Bermakna atau memberikan tanda bahwa seseorang membeli, meminta mangga.
2.    Mengganti atau mewakili. Seseorang berkata, “kuda.” Lambang kuda mewakili atau mengganti sejenis hewan yang namanya kuda. Hal yang sama dalam urutan lambang yang disebut kalimat. Kalau seseorang berkata, “Dulla, ambillah buku itu!”  Semestinya orang tadi mengambil sendiri buku itu. tiap unsur yang berupa lambang dalam kalimat, itu semuanya mengganti atau mewakili sesuatu yang dimaksud. 
3.    Berbentuk tertulis atau lisan. Lambang-lambang yang digunakan oleh manusia dapat berbentuk tertulis, dan dapat berbentuk lisan. Ada perbedaan antara lambang tertulis dan lambang yang digunakan secara lisan yaitu lambang yang digunakan secara lisan lebih jelas jika dibandingkan dengan lambang yang digunakan secara tertulis.
4.    Bermakna. Setiap lambang pasti bermakna, ada konsep, ada pesan, ada gagasan yang dimilikinya.
5.    Aturan. Lambang adalah aturan, aturan bagaimana seseorang menentukan pilihan dan sikap. Seseorang berkata, “Menepi!” Bermakna, orang yang menerima pesan tersebut harus menepi; jika tidak, akan ada sesuatu yang terjadi.
6.    Berisi banyak kemungkinan karena kadang-kadang tidak jelas. Orang berkata “pergi!” Timbul pertanyaan: siapa yang pergi, mengapa pergi, dengan siapa pergi, dengan kendaraan apa pergi, pukul berapa pergi, dan apa yang dibawa jikapergi?
7.    Berkembang, bertambah. Lambang berkembang terus sesuai dengan kebutuhan manusia.
8.    Individual, maksudnya lambang-lambang itu digunakan oleh seseorang, meskipun terjadi komunikasi.
9.    Menilai, maksudnya apa yang dikatakan semuanya berisi penilaian seseorang tentang sesuatu.
10.     Berakibat, maksudnya lambang-lambang yang karena digunakan, menimbulkan akibat tertentu.
11.     Memperkenalkan, maksudnya lambang tersebut menjadi pengenal adanya sesuatu.
  
E.            Satuan-Satuan Bahasa
a.    Fonem
Fonem adalah bunyi bahasa minimal yang membedakan bentuk dan makna kata.
b.      Morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam satuan bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna.
c.       Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian (tatabahasawan tradisional).
d.      Frase adalah satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.
e.       Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkontruksi predikatif.
f.       Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikirn yang utuh.
g.      Wacana  adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.

F.            Jenis-Jenis Semantik
Telah dijelaskan bahwa semantik adalah disiplin linguistik yang mengkaji sistem makna. Jadi, objeknya makna. Makna yang dikaji dalam semantik dapat dikaji dari banyak segi, terutama teori atau aliran yang berbeda dalam linguistik. Teori yang mendasari dan dalam lingkungan mana semantik dibahas membawa kita kepengenalan tentang jenis-jenis semantik. Jenis-jenis semantik itu dapat dideskripsikan berikut ini.
1.    Semantik Behavioris

Para penganut aliran behavioris memiliki sikap umum:
1)   penganut pandangan behavioris tidak terlalu yakin dengan istilah-istilah  yang   bersifat mentalistik berupa mind, concept, dan idea:
2)   tidak ada perbedaan esensial antara tingkah laku manusia dan hewan:
3)   mementingkan factor belajar dan kurang yakin terhadap faktor-faktor   bawaan: dan
4)   mekanismenya atau determinasinya.

Berdasarkan sketsa itu makna berada dalam rentangan antara stimulus dan respon, antara rangsangan dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi yang berarti ditentukan oleh lingkungan. Karena itu, makna hanya dapat dipahami jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam lingkungan pengalaman manusia.

Contoh: seorang ibu yang menyuapkan makanan pada sibayi.

2.    Semantik Deskriptif

Semantik deskriptif yaitu kajian semantik yang khusus memperlihatkan makna yang sekarang berlaku. Makna kata ketika kata itu untuk pertama kali muncul. Tidak diperhatikan. Misalnya dalam bahasa Indonesia ada kata juara yaitu orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan tanpa memperhatikan makna sebelumnya yaitu pengatur atau pelerai dalam persabungan ayam. Jadi, Semantik deskriptif hanya memperhatikan makna sekarang.

3.    Semantik Generatif

Konsep-konsep yang terkenal dalam aliran ini adalah:
1)   kompetensi (competence), yaitu kemampuan atau pengetahuan bahasa yang dipahami itu dalam komunikasi:
2)   struktur luar, yaitu unsur bahasa berupa kata atau kalimat yang seperti terdengar: dan
3)   struktur dalam, yaitu makna yang berada dalam struktur luar. Aliran ini menjadi terkenal dengan munculnya buku Chomsky tahun 1957 yang kemudian diperbarui.



Teori semantic generatif muncul tahun 1968 karena ketidak puasan linguis terhadap pendapat Chomsky. Menurut pendapat mereka struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen. Struktur dalam tidak sama dengan struktur semantik. Untuk menghubungkannya digambarkan dengan satu kaidah, yaitu transformasi. Teori ini tiba pada kesimpulan bahwa tata bahasa terdiri dari struktur dalam yang berisi tidak lain dari struktur semantik dan struktur luar yang merupakan perwujudan ujaran kedua struktur ini dihubungkan dengan suatu proses yang disebut transformasi.

4.    Semantik Gramatikal

Semantik gramatikal adalah studi simentik yang khususnya mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat. Verhaar mengatakan Semantik gramatikal jauh lebih sulit dianalisis. Untuk menganalisis kalimat masih duduk, kakak sudah tidur tidak hanya ditafsirkan dari kata-kata yang menyusunnya. Orang harus menafsirkan keseluruhan isi kalimat itu serta sesuatu yang ada dibalik kalimat itu. Sebuah kata akan bergesr maknanya apabila diletakkan atau digabungkan dengan kata lain.

5.    Semantik Leksikal

Semantik leksikal adalah kajian simentik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna ayang terdapat dalam kata. Semantik leksikal tidak terlalu sulit. Sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk Semantik leksikal: makna setiap kata diuraikan disitu. Jadi, Semantik leksikal memperhatikan makna yang terdapat didalam kalimat kata sebagai satuan mandiri.

6.    Semantik Historis

Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian waktu. Studi semantik historis ini menekankan studi makna dalam rentangan waktu, bukan perubahan bentuk kata. Perubahan bentuk kata lebih banyak dikaji dalam linguistic hoistoris. Asal-usul kata menjadi bagian studi etimilogi. Semantik ini membandingkan kata-kata berdasarkan periode atau antara kata pada masa tertentu dengan kata pada bahasa yang lain. Misalnya dalam BI terdapat kata padi dan dalam bahasa jawa terdapat kata pari. Fonem/ d/ dan/ r/ berkorespondensi.

7.    Semantik Logika

Sematik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang mangacu kepada kata pengkajian makna atau penafsiran ajaran, terutama yang dibentuk dalam sistem logika yang oleh Carnap disebut semantik.

Dalam semantik logika dibahas makna proprsi yang dibedakan dengan kalimat, sebab kalimat yang berbeda dalam bahasa yang sama dapat aja diujarkan dalam proporsi yang sama. Sebaliknya, sebuah kalimat dapat diujarkan dalam dua atau lebih proporsi. Proporsi boleh benar boleh salah, dan lambang disebut sebagai variabel proporsional dalam semantik logika.

8.    Semantik Struktural

Semantik struktural bermula dari pandangan linguis struktural yang dipelopori oleh Saussure. Penganut strukturalisme berpendapat bahwa setiap bahasa adalah sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Struktur itu terjelma dalam unsure berupa fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.




BAB III
PENUTUP

A.      SIMPULAN
Sebuah telaah tentang semantic tidak akan selesai dengan memberikan makna pada setiap kata dalam sebuah bahasa. Dalam pembicaraan mengenai hakikat bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, bahasa juga terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan sifat khas.
Belajar mengenai semantik, akan memberikan kata gambaran tentng bagaimana benda-benda yang ada di sekitar kita memperoleh satuan bahasa, hubungan antara peristiwa dengan pikiran dan konsep manusia.  

B.       SARAN
Kehadiran paparan mengenai aspek-aspek semantik ini dalam bahasa indonesia sangat penting untuk menambah pemahaman dan wawasan mengenai aspek-aspek semantik. Dalam mempelajari aspek-aspek semantik, sangat perlu ditambah dengan referensi yang memadai, hingga mampu memberikan gambaran yang lebih jelas.








DAFTAR PUSTAKA
Adiwimarta, Sri Sukesi, dkk., kamus etimologi bahasa indonesia. Jakarta : pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, 1987.
Alwi Hasan, dkk., tata bahasa buku bahasa indonesia edisi kedua. Jakarta: depdikbud, 1993.
Arifin, syamsul, dkk.,  Tipe-tipe semantik adjectiva dalam bahasa jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990.
Badudu, J.S., Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia Bandung: Pustaka Prima 1975
Beaurle, R.Ed., semantics from different points of view. Berlin: springer verlag, 1979.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.



2 komentar: