MAKALAH
RAGAM
DAN LARAS BAHASA
Dosen pengampuh: ASRUL NAZAR
OLEH :
MBOI
MUH HILAL
MUHAMMAD RINALDI SAFEY
KHOLID(
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIA BUTON
BAUBAU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa Indonesia
yang amat luas
wilayah pemakaiannya ini
dan bermacam-macam pula latar belakang
penuturnya, mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragambahasa. Adanya
bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan,lingkungan yang
berbeda-beda. Bahasa dibentuk
oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidakmenyebabkan
gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola
yangdibentuk mencakup tata
bunyi, tata bentuk
dan tata kalimat.
Agar komunikasi yangdilakukan berjalan
lancar dengan baik,
penerima dan pengirim
bahasa harus harusmenguasai bahasanya. Oleh karena itu, untuk pegangan dan
sekaligus sebagai patokam dalam berbahasa,dalam makalah ini penulis menyajikan
penggunaan bahasa berdasarkan ragam dan larasbahasa Indonesia, serta bagaimana
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
Ragam bahasa?
2.
Apa pengertian Laras bahasa?
C. Tujuan
1. Menjelaskan
perbedaan antara Ragam tulis dan ragam lisan
2. Menjelaskan
ciri-ciri yang membedakan antara Ragam standar,semi standar dan non standar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Dan
Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara,[1][1] orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap
sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di
kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan),
di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat
dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul
dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi
remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan
bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di
pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa, yaitu:
(1) Ragam bahasa lisan,
(2) Ragam bahasa tulis.
Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa
yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan,
kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam
kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang
unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering
timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis
ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa
yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula
kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata,
masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang
lain.
B. Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping
dikenal kosa kata baku Indonesia, dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam
baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia
baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa
Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di
dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak
tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian
ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang
bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam
bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan
bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah
kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang
pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
4 Ragam bahasa dibagi berdasarkan :
a) Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
· Ragam lisan.
· Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang
diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya
pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan,
ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman,
di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang
ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang
standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat
menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
b) Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa :
·
ragam bahasa baku tulis dan
·
ragam bahasa baku lisan.
Dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis makna kalimat yang diungkapkanya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian,
sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur
kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan
dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk
kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam
struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat.
Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung
di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi
formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam
situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam
bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut
sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu,
bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan
ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan
dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk
kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a.
Ragam bahasa lisan :
1)
Nia sedang baca surat kabar
2)
Ari mau nulis surat
3)
Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
4)
Mereka tinggal di Menteng.
5)
Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
6)
Saya akan tanyakan soal itu.
b.
Ragam bahasa Tulis :
1) Nia sedang membaca surat kabar
2) Ari mau menulis surat
3) Namun, engkau tidak boleh menolak
lamaran itu.
4) Mereka bertempat tinggal di Menteng
5) Jalan layang itu dibangun untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas.
6) Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh
ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a.
Ragam Lisan
1)
Ariani bilang kalau kita harus belajar
2)
Kita harus bikin karya tulis
3)
Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
1)
Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
2)
Kita harus membuat karya tulis.
3)
Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain
ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak
bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di
bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modem.
Pembedaan antara ragam standar,
nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
i. topik yang sedang dibahas,
ii. hubungan antarpembicara,
iii. medium yang digunakan,
iv. lingkungan, atau
v. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam
standar, semi standar dan non standar :
i. penggunaan kata sapaan dan kata
ganti,
ii. penggunaan kata tertentu,
iii. penggunaan imbuhan,
iv. penggunaan kata sambung (konjungsi),
dan
v. penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata
ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan
menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri
kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam
ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan
ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar.
Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau
istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam
ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi)
dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh :
(1) Ibu mengatakan, kita akan pergi
besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan
pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi
standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.
Contoh :
(2) Mereka bekerja keras menyelesaikan
pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung
(bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik
kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik
termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri
terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian
dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan
orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita
menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya,
pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah
Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan
dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
C. Laras Bahasa
Pada saat
digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai
dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian
antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras
ilmiah, laras ilmiah populer, larasfeature, laras komik, laras sastra,
yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan
sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya
sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan
atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras
bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.
1.
Laras
llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa
setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau
nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras
ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan
hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa,
gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali
pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu,
penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan
disebut penulis.
Dalam uraian di atas dibedakan
antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan
realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan
merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis.
Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat
kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti
bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat,
dirasakan, dan dialami oleh penulis.
Karya ilmiah memiliki tujuan dan
khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi
tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk
penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah
bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita
temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan
hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas
menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan
untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut.
i.
Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis
atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
ii.
Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik
penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
iii.
Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
iv.
Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik
kesimpulan.
v.
Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan
pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
vi.
Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa
karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing
pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi
fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh
bersifat emotif.
vii.
Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada
akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh
penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam
yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan
kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dari
segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
i.
Harus
tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
ii.
Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
iii.
Harus
singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di
atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur
atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan
kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization
Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid
sebagai terbitan ilmiah. Struktur karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis,
abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan,
ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya
ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti
tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan
terima kasih, dan daftar pustaka.
2.
Ragam
Bahasa Keilmuan
Bahwa dalam berkomunikasi, perlu
diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah
pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya.
Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan
faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat
menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa
yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal
yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam
berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan,
topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu
pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang
disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis
perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan
hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu
diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat, disamping agar
pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan,
merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah
apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur
dapat dilakukukan secara: (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b)
deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris,
(d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
cendekia : bahasa Indonesia keilmuan
itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
lugas dan jelas : bahasa Indonesia
keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
gagasan sebagai pangkal tolak :
bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti
penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada
penulis.
Formal dan objektif : komunikasi
Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa
unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan
adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada
lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata
yang berciri informal.
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
3.
Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan
sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan
yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil
penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan
pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus
selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat
disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya
ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses
penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah.
Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas,
persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya
ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan
lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang
sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang
dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada
masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur
yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu,
karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah,
biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras
jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat.
Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi,
eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat
mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti
pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut
pandang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium
pembicara.
Pembedaan antara ragam standar,
nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
i.
topik yang sedang dibahas,
ii.
hubungan antarpembicara,
iii.
medium yang digunakan,
iv.
lingkungan, atau
v.
situasi saat pembicaraan terjadi
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Setiap
laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi
standar, atau nonstandar.
Karya
ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
i.
Harus
tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
ii.
Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
iii.
Harus
singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Laras ilmiah populer merupakan
sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan
yang mudah dimengerti.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis
demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan (Ed). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jilid
2. Jakarta: Gramedia
Chaer, Abdul. 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta:
Bineka Cipta Endarmoko,
Eko. 2007. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Keraf, Gorys. 1988. Komposisi. Cetakan ke-14. Enoe: Nusa
Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar