Picture

Picture
Picturku

Rabu, 29 Mei 2024

PENGERTIAN ISTILAH, FONOLOGI, FONEMIK, FONETIK ALAT UCAP DAN PRODUKSI BUNYI BAHASA

 

 

MAKALAH

PENGERTIAN ISTILAH, FONOLOGI, FONEMIK, FONETIK

ALAT UCAP DAN PRODUKSI BUNYI BAHASA

 

 

 

 

 

DISUSUN OLEH

WA ODE ASTRID APRIYANTI (022201014)

WIWID RAHMADANI (022201018)

NURLINA  (022201009)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

BAUBAU

2023

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 

Bahasa adalah suatu system lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan komunikasi. Oleh karena itu, pengajaran Bahasa indonesia pada hakikatnya mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai Bahasa indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa kedalam tuturan Bahasa indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam Bahasa indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi jawa, batak, bugis, sunda dan lain-lain. Kalau mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar tuntutan bunyi Bahasa yang terus-menerus, kadang-kadang terdengar suara menaik dan menurun, kadang-kadang terdengar hentian sejenak atau hentian agak lama, fonologi merupakan urutan paling bawah atau paling dasar dalam hierarki kajian linguistik. Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi Bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan "gabungan "antar bunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Serta juga dengan unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada,

 

B.    Rumusan Masalah

 

       Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul beberapa rumusan masalah diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan Fonolog, fonemik dan Fonetiki?

2. jelaskan Alat Ucap dan Produksi Bunyi Bahasa

C.    Tujuan Penulisan

1. Untuk  mengetahui tentang fonologi, fonemik dan Fonetik

2. Untuk mengetahui  Alat Ucap dan Produksi Bunyi Bahasa

D.    Manfaat Penulisan

         Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini ialah sebagai menambah wawasan terkait tentang Pengertian istilah Fonologi, Fonemik, dan Fonetik, Alat Ucap dan Produksi Bunyi Bahasa, serta dijadikan sebagai bahan referensi dalam dunia pendidikan agar dapat memahami apa fonologi, fonemik dan Fonetik, Alat Ucap dan Produksi Bunyi Bahasa, dalam sebuah pendidikan.

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Istilah Fonologi, Fonemik, Fonetik

 

1.     Fonologi

 

Fonologi berasal dari Bahasa yunani yaitu phone = 'bunyi',logos = 'ilmu' Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.

Secara etimologi istilah " fonologi", ini berasal dari gabungan kata fon yang berarti 'bunyi',dan logi yang berarti 'ilmu' Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi Bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Fonologi mengkaji bunyi Bahasa secara umum dan fungsional. Menurut abdul chaer (2010:100).

Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi Bahasa pada umumnya.

 

Runtunan bunyi Bahasa ini dapat dianalisis atau disegementasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan hentian-hentian atau jeda yang terdapat dalam runtunan bunyi itu. Fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada persoalan struktur internal kata sintaksis pada persoalan susunan kata dalam kalimat, semantic pada persoalan makna kata. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar ini diselidiki oleh cabang linguistic yang disebut fonologi.

Dapat disimpulkan bahwa fonologi ialah bidang linguistic atau ilmu Bahasa yang menyelidiki, memperlajari, menganalisis dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi Bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.1 1 Abdul Chaer (2009, Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta) hlm 1

 

2.     Fonemik

 

Fonetik (phonetics) ialah ilmu yang memperhatikan fungsi bunyi itu sebagai pembwda makna dal; am suatu bahasa (langue). Fonetik menyelidiki bunyi bahasa dari sudut tuturan atau ujaran (parole), fonetik juga termasuk ilmu interdesipliner.

 

Fonetik juga diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa; ilmu interdesipliner linguistik dengan fisika, amnatomi, dan psikologi; fonetik juga diartikan sistem bunyi bahasa (Kridalaksana, 1984: 54) mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut

 

Fonetik adalah bidang linguistik yang mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu dibedakan ada tiga jenis fonetik, yaitu foetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.

 

Fonetik artikulatoris, ialah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat berbicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa (Glenson. 1955:239-256; Malmberg, 1963:21- 28). Bagaimana bunyi bahasa itu diucapkan.

 

Fonetik artikulatoris, ialah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat berbicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa (Glenson. 1955:239-256; Malmberg, 1963:21- 28). Bagaimana bunyi bahasa itu diucapkan dan dibuat, serta bagaimana bunyi bahasa diklasifikasikan berdasarkan artikulasinya. Fonetk jenis ini banyak berkaitan dengan linguistik sehingga oleh para linguis khususnya para ahli fonetik cenderung dimasukkan ke dalam linguistik. Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dan menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. amplitudonya, intensitasnya, dan hitam dan coionionto

 

Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peritiwa fisis atau fenomena alam (Malberg, 1963:5-20). Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, timbrenya. Ilmu yang mempelajari hakikat bunyi dan mengklasifikasikan bunyi berdasarkan hakikat bunyi tersebut. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika dalam laboratorium fonetis, berguna untuk pemvbuatan telepon, perekam piringan hitam dan sejenisnya.

 

Sedangkan fonetik auditoris

 

mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara. Fonetik audiotoris lebih berkenaan dengan kedokteran, yaitu neurologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan linguistik juga bekerja dalam kedua bidang fonetik itu.

 

3.     Fonetik

Objek kajian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Kalau dalam fonetik, misalnya, kita meneliti bunyi /a/ yang berbeda pada kata-kata misalnya, lancar, tawa, dan lain, maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem, dan jika tidak membedakan makna adalah bukan fonem.

 

 

B.    Alat ucap dan produksi bunyi bahasa

 

1. Alat Ucap

proses terjadinya bunyi bahasa itu bermula dari gerakan otot perut yang menekan paru-paru yang mengakibatkan udara yang ada di rongga paru-paru terdesak keluar. Pada waktu yang sama alat ucap manusia atau alat bicara melakukan gerakan-gerakan tertentu terutama bagian mulut, hingga udara yang keluar ada yang terhalang seluruhnya, terhalang sebagian, dan tidak terhalang. Gerakan alat bicara inilah yang menghasilkan berbagai bunyi bahasa sesuai dengan kebutuhan si pembicara.

 

Menganalisis Fungsi Alat Ucap,

Hans Lapoliwa (1984) menagatakan alat ucap adalah paru-paru, pita suara, lidah, bibir dan sebagainya selain sebagai alat bicara dia berfungsi juga dalam meneruskan kelangsungan hidup manusia. MisalnyaMisalnya:

(1)  Paru-paru

Berfungsi untuk menghisap zat pembakar (O2) untuk disalurkan ke seluruh tubuh, menyalurkan asam arang (CO2) ke luar tubuh, dan sumber udara bunyi bahasa;

(2)  Lidah

Berfungsi untuk memindah-mindahkan makanan yang sedang dikunyah, alat perasa untuk mencegah masuknya makanan yang tidak baik, seperti batu, pasir dan tulang, dan pembentuk bunyi-bunyi bahasa yang dominan dalam berbicara;

(3)  Bibir

Berfungsi sebagai pintu gerbang yang dapat mencegah atau membolehkan segala sesuatu masuk ke dalam mulut dan membentuk bunyi bibir (bilabial) seperti bunyi [m, b, p,].

 

Letak alat ucap dapat dibagi tiga, yaitu letak pada bagian badan, bagian tenggorokan dan bagian kepala.

a. Bagian Badan

Alat ucap bagian badan adalah paru-paru, sekat rongga perut dan sekat rongga dada. Berkaitan dengan itu, kita mengenal pernafasan perut dan pernafasan dada. Pernafasan perut terjadi karena otot sekat rongga perut (diafragma) berkontraksi sehingga menyebabkan kedudukan diafragma mendatar, rongga dada membesar, paru-paru mengembang, tekanan di paru-paru menjadi kecil, mengakibatkan udara dari luar tubuh masuk ke paru-paru. Selanjutnya, sekat rongga perut melemas menyebabkan kedudukan diafragma melengkung, rongga dada mengecil, tekanan di paru-paru membesar, mengakibatkan udara yang ada di paru-paru terdesak keluar.

 

b. Bagian Tenggorokan

Alat tubuh yang dijumpai bagian tenggorokan ialah batang tenggorokan (trachea), pangkal tenggorokan (laring, larynx), dan rongga kerongkongan (faring, pharynx). Laring terletak di pangkal lidah. Di sebelah bawah terdapat dua saluran yaitu saluran makanan ke lambung (esofagus) dan satu lagisaluran pernafasan. Pada laring terdapat kotak suara yang terdiri dari:

(1) Tiroid (tulang rawan) yang dinamakan juga jakun, Adam’s apple, terdapat disebelah leher. Pada lelaki tiroid ini lebih tampak atau menonjol.

(2) Artenoid (tulang rawan berbentuk piramid) letaknya di atas krikoid yang terletak di sebelah belakang leher.

(3) Vokal cord (Pita suara) yang membentang dari tiroid ke artenoid. Pita suara dapat membuka dan menutup dengan kondisi; terbuka lebar, terbuka, tertutup, tertutup rapat, serta dapat pula bergetar dan tak bergetar.

(4)  Glottis, yaitu celah yang ditimbulkan oleh membuka dan  menutupnya pita suara

c. Bagian Kepala

Bagian kepala terdapat tiga buah rongga, yaitu rongga mulut, rongga hidung dan rongga faring. Di sebelah atas rongga mulut terdapat sederetan gigi atas, pangakal gigi, langit-langit keras, langit-langit lembut dan anak tekak. Bagian bawah terdapat sederetan gigi bawah dan lidah. Di sebelah belakang dibatasi dinding faring. Di sebelah depan terdapat bibir atas dan bibir bawah.

 

Alat ucap berbeda dengan alat bicara. Alat ucap umumnya dijumpai pada bagian mulut, sedangkan alat bicara meliputi dua pertiga bagian tubuh, seperti; sekat rongga dada, sekat rongga perut, paru-paru, tenggorokan, mulut, mata, telinga. Sedangkan alat ucap bagiaan di mulut yang dapat digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Dalam berbagai buku fonologi alat ucap sering dikatakan dengan istilah “speech organs‟ atau dengan istilah popular, yaitu artikulasi.

Artikulasi dalam mulut itu dapat dibagi dua yaitu artikulasi aktif (artikulator), yaitu bagian mulut yang dapat digerakkan ketika menghasilkan bunyi bahasa, yakni bagian mulut sebelah bawah atau rahang bawah. Yang kedua adalah artikulasi pasif (tititk artikulasi) yaitu bagian mulut yang tidak dapat digerakkan ketika menghasilkan bunyi bahasa, yaitu bagian mulut sebelah atas.

 

2. Produksi Bunyi Bahasa

proses terjadinya bunyi bahasa itu bermula dari gerakan otot perut yang menekan paru-paru yang mengakibatkan udara yang ada di rongga paru-paru terdesak keluar sehigga alat ucap manusia atau alat bicara melakukan gerakan-gerakan tertentu terutama bagian mulut, hingga udara yang keluar ada yang terhalang seluruhnya, terhalang sebagian, dan tidak terhalang. Gerakan alat bicara inilah yang menghasilkan berbagai bunyi bahasa sesuai dengan kebutuhan si pembicara.

 

Menganalisis dan Mengidentifikasi Proses Pembentukan Bunyi Bahasa secara Bersama-Sama.

 

Getaran udara yang masuk ke telinga dapat berupa bunyi atau suara. Getaran udara yang dinamakan bunyi itu dapat terjadi karena dua benda atau lebih bergeseran atau berbenturan. Biola yang sedang dimainkan, dua telapak tangan yang ditepukkan, atau piring yang jatuh ke lantai menimbulkan bunyi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. BunyiBunyi sebagai getaran udara dapat pula merupakan hasil yang dibuat oleh alat ucap manusia seperi pita suara, lidah, dan bibur. Bunyi bahasa dibuat oleh manusia untuk mengungkapkan sesuatu. Bunyi bahasa dapat terwujud dalam nyanyian atau dalam tuturan.

 

Cara kerja Alat Ucap dalam Menghasilkan Bunyi Bahasa

 

Pada umumnya manusia berkomunikasi melalui bahasa dengan cara menulis atau berbicara. Kalau komunikasi itu diakukan dengan tulisan, tidak ada alat ucap yang ikut terlibat di dalamnya. Sebaliknya, kalau komunikasi tersebut dilakukan secara lisan, alat ucap memegang peranan yang sangat penting. Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran.

Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaganya. Pada saat kita mengeluarkan napas, paru-paru kita menghembuskan tenaga yang berupa arus udara Arus udara itu dapat mengalami perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan atau laring Arus udara dari paru-paru itu dapat membuka kedua pita suara yang merapat sehingga menghasilkan ciri-ciri bunyi tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan udara di sekitar pita suara itu bergetar. Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri atas rongga faring, rongga mulut, dan rongga hidung menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda. Udara dari paru-paru dapat keluar melalui rongga mulut, rongga hidung, atau lewat rongga mulut dan rongga hidung sekaligus.

 

Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral; bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi sengau atau bunyi nnasal

Bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan sebagian keluar dari hidung disebut bunyi yang disengaukan atau dinasalisasi.

 

Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam suara, bunyi.bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok:

Vokal dan konsonan.

Bunyi Vocal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan kualitasnya ditentukan oleh tiga factor:

tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu. Pada saat vokal diucapkan, lidah dapat dinaikkan atau diturunkan bersama rahang. Bagian lidah yang dinaikkan atau diturunkan itu adalah bagian depan, tengah, atau belakang.

 

Bunyi konsonan dibuat dengan cara yang berbeda. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat: keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan. Untuk kebanyakan bahasa, pita suara selalu merapat dalam pelafalan vokal. Akan tetapi, pada pelafalan konsonan pita suara itu mungkin merapat tetapi mungkin juga merenggang, seperi telah dinyatakan terdahulu. Dengan kata lain, suatu konsonan dapat dikategorikan sebagai konsonan yang bersuara atau yang tak bersuara. Misalnya, [P] dan [t] adalah konsonan yang tak bersuara, sedangkan [b] dan [d] adalah konsonan yang bersuara.

 

Alat ucap yang bergerak untuk membentuk burnyi bahasa dinamakan artikulator: bibir bawah, gigi bawah, dan lidah.

Daerah yang disentuh atau didekati oleh articulator dnamakan

daerah artikulasi: bibir atas, gigi atas, gusi atas, langit-langit keras, langit-langit lunak, dan anak tekak. Bila dua bibir berkatup, daerah artikulasinya adalah bibir atas, sedangkan bibir bawah bertindak sebagai artikulator.

 

Berdasarkan cara artikulasinya, bunyi bahasa dibagi menjadi beberapa macam. Bila udara dari paru-paru dihambat secara total, maka buryi yang dilhasilkan dengan cara artikulasi semacam itu dinamakan bunyi hambat. Bunyi [p] dan [b] adalah bunyi hambat, tetapi [m] bukan bunyi hambat karena udara mengalir lewat hidung. Apabila arus udara melewati saluran yang sempit, maka akan terdengar bunyi desis. Bunyi demikian disebut bunyi frikatif, misalnya [f] dan [s]. Apabila ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah, maka bunyi yang dihasilkan dengan cara artikulasi seperti itu disebut bunyi lateral, missal [l]. kalau ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang, bunyi yang dihasilkan itu dinamakan bunyi getar, misalnya [r].

 

 

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

           

       Berdasarkan pada pembahasan diatas, maka dapat ditarik  kesimpulan sebagai berikut:

Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistic) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya.

Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyajn bunyi bahasa indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster. Dalam hal ini kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditunjukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fenomisasi itu bertujuan untuk Mentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa. Gejala fonologi bahasa indonesia termasuk didalamnya yaitu penambahan fonem, kontraksi, analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.

 

 

C.    Saran

 Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggambarkan potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta.: PT Bumi Aksara

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta 

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

https://www.academia.edu

Senin, 27 Mei 2024

DERIVASIONAL, INFLEKSIONAL, ABREVIASI, PERUBAHAN ZERO PROSES MORFOFONEMIK

 

  MAKALAH

DERIVASIONAL, INFLEKSIONAL, ABREVIASI, PERUBAHAN ZERO

PROSES MORFOFONEMIK





DOSEN PENGAMPU

ASRUL NAZAR S.Pd,M.Pd

 

KELOMPOK 5

AMELIA  (022201017)

RAMLAH RAM  (022201016)

WIWID RAHMADANI (022201008)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

BAUBAU

2023

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

 

Assalamua’ alaikum warahmatullahi wabarakatu

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makala ini dengan tepat waktu .Tanpa pertolongan – Nya tentu kami tidak sanggup menyelesaikan makala ini dengan baik,Shalawat serta salam semoga berlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita nabi Muhammad SAW yang kita nanti – nantikan syafa’atnya diakhirat kelak..

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya ,baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran,sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makala dengan judul “DERIVASIONAL, INFLEKSIONAL, ABREVIASI, PERUBAHAN ZERO, DAN PROSES MORFOFONEMIK”.

Kami tentu menyadari bahwa makala ini masih jauh dari kata sempurna  dan banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan.

 

 

Baubau, 26 Oktober 2023

 

 

 

Penulis  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................. i

KATA PENGANTAR.............................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................... 1

A.     Latar Belakang.......................................................... 1

B.     Rumusan Masalah.......................................................................2

C.     Tujuan Penulisan.........................................................................2

D.     Manfaat penulisan.......................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................4

A.     Derivasional,Infleksional,Abreviasi,dan Perubahan Zero..........

B.     Proses Morfofonemik.................................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................

A.     Simpulan.....................................................................................

B.     Saran...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mengakibatkan perkembangan bahasa. Hal tersebut menunjukkan, makin maju suatu bangsa serta makin modern kehidupannya, makin berkembang pula bahasanya. Perkembangan bahasa harus sejalan dan seiring dengan kemajuan kebudayaan serta peradaban bangsa sebagai pemilik dan pemakai bahasa tersebut. Ba’dudu, (1993) (dalam Putrayasa, 2010). Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyapaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.

Derivasi (derivational) adalah proses imbuhan terhadap suatu suku kata yang berakibat mengubah kelas kata tersebut, misalnya imbuhan pada kata “sing” menjadi“singer”. Sing adalah kata kerja yang berarti menyanyi, ketika mendapatkan imbuhan“er” maka berubah menjadi kata benda “singer” yang berarti penyanyi. Oleh karenaitulah Pembentukan kata secara derivative dapat membentuk kata baru, kata yangidentitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.

 Salah satu pandangan De Saussure ialah bahwa bahasa adalah sistem tandalingual yang merupakan paduan yang saling mensyaratkan antara  aspek “bentuk”(signifiant) dan aspek “yang ditandai, arti” (signifie) (Verhaar, 1996: 3). Pandangan itu mengimplikasikan bahwa analisis bahasa, khususnya morfologi selalu didasarkan atas kesepadanan (korespodensi) sistematis antara ciri bentuk dengan ciri arti yang  terdapat pada bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Segi-segi kebahasaan yang bersifatmengatur tersebut secara morfologis terdapat proses morfemis atau pembentukan kata yang disebut dengan infleksi dan derivasi.

Penggabungan kata dasar dengan imbuhan dapat menimbulkan bentuk derivasional dan infleksional. Derivasional bersifat mengubah kelas kata, sedangkan infleksional bersifat tidak mengubah kelas kata Djajasudarma, (1993) dalan Ba’dudu dan Herman (2010). Derivasional dan infleksional dalam berbahasa sangat penting karena kekurang tepatan membubuhkan afiks pada sebuah kata akan mempengaruhi arti dan fungsi kata dalam kalimat. Makin cermat seseorang membubuhkan afiks pada sebuah kata dasar dalam kalimat, makin mudah maksud kata tersebut dipahami, baik boleh pendengar maupun pembaca.

Kaidah – kaidah morfofonemik dalam bahasa Indonesia sangat perlu dipelajari agar kesalahan penggunaannya dapat diminilisasi.seberapa jauh penutur bahasa Indonesia menggunakan kata kata menyimpang dari kaidah morfofonemik?seperti apa contoh kesalahan yang dilakukan?tulisan ini mencoba mengungkapkan beberapa bentuk baik bentuk tulisan maupun lisan,dan meluruskan polemik tersebur dengan berlandaskan pada kaidah – kaidah morfofomik dalam bahasa indonesia.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka timbul beberapa rumusan masalah diantaranya:

1.     Apa yang dimaksud dengan derivasional?

2.     Apa yang dimaksud dengan infleksional?

3.     Apa yang dimaksud dengan abreviasi?

4.     Apa yang dimaksud dengan perubahan zero?

5.     Bagaimana proses  perubahan fonem?

6.     Bagaimana proses penambahan fonem?

7.     Bagaimana proses hilangnya fonem?

C.    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan makala ini diantara lain:

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan derivasional.

2.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infleksional.

3.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan abreviasi.

4.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan zero.

5.     Untuk mengetahui proses perubahan fonem.

6.     Untuk mengetahui proses penambahan fonem.

7.     Untuk mengetahui proses hilangnya fonem.

 

 

 

 

 

 

D.    Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makala ini antara lain:

1.     Mengetahui apa yang dimaksud dengan derivasional.

2.     Mengetahui apa yang dimaksud dengan infleksional.

3.     Mengetahui apa yang dimaksud dengan abreviasi.

4.     Mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan zero.

5.     Mengetahui proses perubahan fonem.

6.     Mengetahui proses penambahan fonem.

7.     Mengetahui proses hilangnya fonem.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Derivasional

1.     Pengertian Derivasional

Derivasional adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya.

Bauer (1988: 12-13) menyatakan bahwa derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan morfem baru; Derivasional adalah proses morfologis yang menghasilkan kata baru dari kata dasar dengan mengubah kelas kata atau makna kata dasarnya. Proses derivasional dapat dilakukan dengan menambahkan afiks (morfem terikat) pada kata dasar.Afiks yang digunakan dalam proses derivasional dapat berupa prefiks, sufiks, infiks, atau konfiks. Prefiks adalah afiks yang diletakkan di awal kata dasar, sufiks adalah afiks yang diletakkan di akhir kata dasar, infiks adalah afiks yang dibubuhkan ke dalam kata dasar, dan konfiks adalah gabungan dari prefiks dan sufiks. derivasional dapat digunakan untuk memperkaya kosakata bahasa. Dengan menggunakan proses derivasional, kita dapat membentuk kata baru dengan makna yang berbeda dari kata dasarnya

 

2.     Pengertian Infleksional 

       Infleksional adalah kontruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya, (Samsuri, 1980) (dalam Putrayasa, 2010:113). Dapat juga dikatakan bahwa infleksional adalah proses morfologi karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut tetap dalam kelas kata-kata yang sama. Jadi tidak terjadi perubahan kelas kata, (Clark, 1981).Menurut Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi adalah  perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba, serta merupakan unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan gramatikal.

           

   Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa infleksional adalah  perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata

 

 

itu atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan

bentuk sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak berubah.

Selain itu, infleksional selalu berkaitan dengan konjugasi dan deklinasi. Konjugasi adalah alternasi infleksional pada verba, dan deklinasi adalah alternasi infleksional pada nomina dan pada kelas-kelas kata yang dapat disebut “Nominal”, seperti “Pronomina” dan “Adjektiva”. Pronomina adalah dekat pada nomina karena mengganti nomina (maka dari itu: “pro-”, artinya sebagai pengganti), yaitu dalam konteks; dan adjektiva adalah dekat pada nomina oleh karena “Menyesuaikan diri” pada nomina yang dimodifikasi olehnya dengan cara yang bermacam-macam.

Infleksional dapat berupa segmental atau nosegmental.dan bentuk Segmental sendiri dibagi menjadi dua, yaitu afiksasi dan reduplikasi. Fleksi afiksasional adalah fleksi dengan afiks. Afiks dalam bahasa indonesia ada beberapa macam berdasarkan tempatnya yaitu, prefiks, sufiks, infiks dan konfiks. Bila nonsegmental dapat berupa modifikasi vokal dan suprasegmental.

3.     Pengertian Abreviasi

Abreviasi sering digunakan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Abreviasi adalah salah satu bentuk dampak dari perkembangan penggunaan bahasa agar praktis dalam berkomunikasi yaitu dengan pemendekan kata. Dalam hal ini, maraknya penggunaan abreviasi karena adanya kebutuhan manusia untuk berkomunikasi  

 

 

secara cepat, mudah, dan hemat. Seiring perkembangan zaman,

pertumbuhan budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, dan bahasa Indonesia akan selalu mengalami pertumbuhan. Salah satu dampak dari perkembangan penggunaan bahasa, penambahan kata baru yaitu abreviasi yang semakin banyak dan beragam. Dalam hal ini, bahasa dikatakan bersifat dinamis. “Bahasa bersifat dinamis yaitu bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tidak akan lepas dari segala kegiatan baik itu dalam kenyataan maupun dalam mimpi, karena manusia sebagai makhluk yang vmemiliki budaya dan bermasyarakat” (Chaer, 2014:53). Jika kegiatan manusia dalam masyarakat ada perubahan, maka bahasa yang digunakan akan ikut berubah. Dalam hal ini bahasa dikatakan bersifat dinamis, karena bahasa dapat berubah atau tidak tetap.

Kridalaksana (2007:159) mengemukakan “abreviasi adalah proses penggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga menjadi bentuk baru yang berstatus kata”. Abreviasi adalah proses penggalan sebagian atau beberapa bagian leksem yang

membentuk kata baru tanpa mengubah arti (Sudjalil, 73 :2018). Menurut Ariyanto (dalam Yunita, 2014:13) “proses pemendekan. (abreviasi) termasuk salah satu dalam proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia selain proses pengulang (reduplikasi), pengimbuhan (afiksasi) dan pemajemukan (komposisi)”. Seiring perkembangan zaman yang sangat pesat, fenomena ini muncul karena manusia sering menggunakan bahasa secara cepat dan hemat. Kridalaksana (2007:159) mengatakan bahwa “abreviasi memiliki istilah lain yaitu pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan”. “Abreviasi dapat dibagi menjadi lima yaitu singkatan misalnya SIM (Surat Izin

 

 

 

Mengemudi), akronim misalnya pemilu (pemilihan umum), penggalan misalnya Prof. (Profesor), kontraksi misalnya takkan (tidak akan) dan lambang huruf misalnya cm (sentimeter)” (Kridalaksana, 2007:16

Penggunaan abreviasi harus diperhatikan, karena jika

menggunakan abreviasi yang salah, maka kemungkinan besar informasi yang disampaikan tepat kepada pembaca karena bisa memunculkan suatu multitafsir. Kridalaksana (2007:159) mengemukakan “kependekan tidak akan menimbulkan kesukaran pada para pemakai bahasa, tetapi kesulitan tersebut akan timbul dalam menghadapi kependekan yang jarang dipakai atau dipakai dalam bidang yang amat khusus”. Berdasarkan uraian di atas, peristiwa abreviasi tersebut bertumpang tindih antara abreviasi yang satu dengan abreviasi yang lainnya.

4.     Perubahan zero

 Menurut Kridalaksana(2009:47) derivasi zero adalah proses morfologi yang mengubah leksem menjadi kata tanpa penambah atau pengurangan apapun. Derivasi zero adalah proses pembentukkan kata yang mengubah leksem tunggal menjadi kata tunggal. Leksem tidur yang berupa leksem tunggal, misalnya, dapat berubah menjadin kata tunggal tidur melalui proses morfologis derivasi zero. Selama ini kita menyebut kata tidur sebagai kata dasar. Padahal, sebelum menjadi kata tidur adalah sebuh leksem. Demikian juga kata kat kata dasar yang lain seperti rumah, tanah, air, sungai, laut, langit, kursi, meja, lemari, minum, jongkok, berdiri, bingung, cerdas, tinggi, ramai, sepi, hitam, putih, dan merah, sebelum melalui morfologis derivasi zero menjadi

 

 

kata, bentuk bentuk tersebut adalah leksem (Arifin,Zaenal dan Junaiyah 2009:9-10).

Derivasi merupakan proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru, sedangkan kata zero merupakan pengertian satuan angka yang berjumlah nol. Pengertian dua kata tersebut dapat menghasilkan derivasi zero atau perubahan tanwujud ialah proses leksemik yang mengolah leksem tunggal menjadi (kosa) kata tunggal. Pada proses ini, leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan apaapa atau tidak mengalami proses perubahan apapun (kridalaksana dalam Sudaryat, 2009:70). Misalnya, leksem lupa merupakan leksem tunggal dalam derivasi zero terjadi proses morfologi afiksasi itu tidak akan mengubah kata akan tetapi kata lupa menjadi kosa kata tanpa pemrolehan afiks

 

B.    Proses Morfofonemik

           Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi diakibatkan adanya pengelompokkan morfem. Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 2007:183).

Peristiwa morfonemik dalam bahasa Indonesia dapat kita lihat misalnya pada prefiks me- . Dalam proses afiksasi, prefiks me- tersebut akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut aturan-aturan fonologis tertentu. Istilah “morfofonemis” menunjukkan

 

kaidah yang menyesuaikan bentuk-bentuk alomorf alomorf yang bersangkutan secara fonemis.

1.     Perubahan Fonem

Proses perubahan fonem terjadi karena adanya pertemuan fonem meng- dan peng- dengan bentuk dasarnya. Fonem /ng/ pada kedua morfem berubah menjadi /m,n,/ hingga morfem meng-, berubah menjadi mem-, meny-,dan meng dan morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-,

Perubahan-perubahan itu bergantung pada kondisi dasar yang mengikutinya. Dalam hal ini bunyi/N/ harus menjadi bunyi nasal yang artikulator dan daerah artikulasinya sama homorgan dengan bunyi pertama bentuk dasarnya. Misalnya, meN- berubah menjadi mem- apabila melekat pada bentuk dasar yang diawali fonem b sebab bunyi nasal yang homorgan dengan b/ adalah/m.

Fonem /ng/ pada morfem men- dan pen- berubah menjadi

/Å„/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s,s,c,j/.

Misalnya :

meN-  + sapu  =       menyapu

peN-    +   cari =         peÅ„cari

peN-    +   judi =         penjudi

 

Dapat diketahui juga akibat bergabungnya morfem {ber-}, {per-}, {per- an}, dan {memper-i} dengan bentuk dasarnya, terjadi perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Fonem /r/ pada morfem {ber-}, {per-}, {per-an}, dan {memper-i} berubah menjadi /l/ apabila bertemu bentuk dasar ajar. Kondisi inilah yang disebut berdistribusi komplementer (Sumadi, 2010:143).

Terjadi juga pada perubahan morfem {praktek} menjadi {praktik} apabila bertemu dengan afiks an atau afiks um. Dalam kajian morfologi, kondisi ini disebut berdistribusi komplementer. Dengan kata lain, morfem

 

 

 

{praktek} dan {praktik} merupakan alomorf. Hal yang sama terjadi pada bentuk dasar apotik dan kata apoteker. Morfem {apotik} berubah menjadi {apotek} apabila bertemu dengan afiks er (Sumadi, 2010:143).

 

2.     Penambahan Fonem

Proses penambahan fonem terjadi karena adanya pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasar yang terdiri atas dua suku kata.

Fonem tambahannya adalah /g/, sehingga meN- berubah menjadi   menge-

 Misalnya :

 meN- + bom = mengebom

 peN-    + bor   = pengebor

 meN-  + bur  =  mengebur

           Fonem tambahan /e/ juga terjadi pada :

 peN- + bentuk dasar satu suku kata sehingga :

 peN- => penge-

 peN- + bom => pengebom

 peN- + cat => pengecat

 peN-+ las => pengelas

 Penambahan fonem /w/ apabila bentuk dasar berakhiran          dengan/u,o,aw/ Contoh :

 peN-an + temu => pertemuan / pertemuwan

 peN-an + toko => pertokoan / pertokowan

 peN-an + kacau/kacaw => pengacauan / pengacauwan

Penambahan fonem /Y/ apabila bentuk dasar berakhiran dengan /i,ay/ Contoh :

an + hari => harian / hariyan

-an + lambai/lambay => lambaian / lambaiyyan

ke-an + lestari => kelestarian

            Pada contoh-contoh tersebut di atas jelaslah bahwa selain

 

 

 

  proses penambahan fonem //, terjadi juga proses perubahan fonem, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /ɧ/. Akibat pertemuan morfem {—an}, {ke-an}, dan {peN- an} dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /1/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vocal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /u/, /o/, dan /aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /i/ dan /ay/.

 

3.     Hilangnya Fonem

Proses hilangnnya fonem /ng/ pada meng-dan peng- terjadi karena adanya pertemuan morfem meng- dan peng- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l,r,y,w,dan nasal/.

Misalnya :

meng- + lerai = melerai

per-   + ragakan = peragakan

ber-   +  rapat      =  berapat

           

Berdasarkan pendapat dari Harimurti dengan Ramlan, maka kita akan mengklasifikasikan kedua pendapat tersebut sehingga terdapat delapan jenis morfofonemik, yaitu:

           Proses Perubahan Bunyi Misalnya :

           PeN-an + Sandra  = penyandra

Ke-an     + punya =     kepunyaan

pem-an  + buka    =     pembukaan

          Proses Penghilangan Bunyi Misalnya :

ber-  + rumah = berumah

 ter- + rasa     = terasa

 per-+ ramping = peramping

            Proses pengekalan bunyi misalnya :

 ter- +  pukul = terpukul

  ber- +  hasil   =  berhasil

 

 

 

  Proses Perubahan dan Penghilangan bunyi Misalnya :

  meN- + suplai    =    mensuplai

  meN- + kensel  =    mengkensel


 


            Proses perubahan dan pengekalan bunyi Misalnya :

meng- + kukur       =          mengkukur

peng-   +   kaji         =          pengkaji

           Pergeseran/ perubahan posisi fonem ( konsonan) Misalnya :

teliti    +   peng-an menjad /pe-ne-li-ti-yan/   

 bantu   + an  menjadi  /ka-ji-yan/

bantu   + -an  menjadi  /ban-tu-wan/

 Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal morfem akan hilang akibat pertemuan morfem meN-

Contoh :

meN- + paksa => memaksa meN- + tulis => menulis meN- + sapu => menyapu

meN- + karang => mengarang peN- + pangkas => pemangkas peN- + tulis => penulis

peN- + sapu => penyapu peN- + karang => pengarang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Dari uraian diatas, telah dibahas mengenai empat jenis perubahan bentuk kata, yaitu derivasional, infleksional, abreviasi, dan perubahan zero. Setiap jenis perubahan bentuk kata memiliki fungsi dan ciri-ciri tersendiri. Derivasional adalah perubahan bentuk kata yang menghasilkan kata baru dengan makna yang berbeda. Perubahan bentuk kata derivasional dapat dilakukan dengan menambahkan afiks, memisahkan kata, atau menggabungkan dua kata.Infleksional adalah perubahan bentuk kata yang tidak menghasilkan kata baru, tetapi hanya mengubah makna gramatikal kata. Perubahan bentuk kata infleksional dapat dilakukan dengan menambahkan afiks, mengubah vokal, atau mengubah suku kata.Abreviasi adalah perubahan bentuk kata yang dilakukan dengan cara menyingkat kata. Perubahan bentuk kata abreviasi dapat dilakukan dengan menghilangkan huruf, menggabungkan huruf, atau mengganti huruf.Perubahan zero adalah perubahan bentuk kata yang dilakukan tanpa mengubah bentuk kata secara nyata. Perubahan bentuk kata zero dapat terjadi pada kata benda, kata kerja, dan kata sifat.

Morfofonemik juga memiliki proses yang terbagi menurut Harimurti Kridalaksana yaitu proses yang secara otomatis dan proses yang tidak otomatis, dan proses morfofonemik menurut Ramlan terbagi tiga proses yaitu: Proses perubahan fonem, proses penambahan fonem dan proses penghilangan fonem.

 

B.    Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kmai miliki,baik dari tulisan maupun bahasa yang kami sajikan ,oleh karena itu mohon diberikan sarannya,agar kami bisa membuat makala lebih baik lagi,dan semoga makala ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita dalam memahami isi makala ini.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ketiga, Jakarta : Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta:

Ramlan,M. 1997. Morfologi: Suatu Tinjauan (eskriptif. Yogyakarta:   CV.Karyono

Verhaar. 2006. sas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.