Picture

Picture
Picturku

Kamis, 05 Maret 2015

NOVEL SEJARAH BUTUN IMAJINER EROS IN WAERO-ERO. Episode 2



NOVEL SEJARAH BUTUN IMAJINER
EROS IN WAERO-ERO.
Episode 2


Aku tertegun memandang wanita anggun di depanku yang minta pulang ini. Tertegun
karena tidak bisa berbuat apa-apa. Antara kagum, tertarik, birahi, takut, ngeri, takluk
menjadi satu. Takluk, ya..karena aku baru tahu bahwa seluruh gerakanku kini bukan lagi
atas perintah dari kepala. Aku merasa ada remote lain yang mengatur semua gerakku.
 Dan aku telah kasip menyadari semua. Tentang kagum, takut, tertarik dan birahi. Yang aku
dapat lakukan hanyalah menuruti gerak yang bukan gerakku.
 Ketika wanita ini berdiri, aku ikut berdiri. Dan berjalan disisinya bagai seorang kekasih.
 Dari sosok seksinya, aroma parfum membiusku sesaat. Ini aroma yang belum pernah
kutemui dari wanita mana pun sebelumnya. Parfum itu bukan bermerk Channel, bukan
Caron's Poivre, Annick Goutal's Eau d'Hadrien atau merk-merk lainnya. Namun. parfum ini
benar-benar merangsang sampai ke gen terdalam. Edan..
 Dan ketika kubiarkan dia yang membayar ke kasir, aku kembali terkesiap. Itu duit yang
dibayarkan bukan duit kertas atau koin. Bukan juga kartu kredit. Wanita ini membayar
pakai sobekan kain. "Lha... itu kan kampua", bathinku. Kampua adalah mata-uang kuno
Kerajaan Butun tempo dulu.
 Hanya, semuanya sudah teremote di ruangan ini. Kasir menerima begitu saja dengan
senyum basa-basi. Para mata lelaki yang memandang sosok sosok seksi disampingku ini
juga hanya tatapan pengaruh remote. Aku pun berjalan serasa diremote. Mengikuti pintu
keluar dan menyusuri trotoar depan mall. Begini rasanya menjadi robot hidup. Pikiranku
berjalan seperti biasa, tapi tubuhku bukan kepunyaan pikiran lagi.
 "Kita pulang ambil kenderaan dulu ke rumah ya Dik, baru saya akan antar. Kemana tadi
rumahnya?", tanyaku memecah keheningan. Ingin sebenarnya aku lari. Tapi mana bisa?
 "Waero Ero!", jawabnya yg kudengar ketus.
 "Daerah mana itu?", aku mengumpulkan kekuatan untuk bertanya lagi. Rasanya,melangkah
pun kini semakin tidak berani lagi.
 "Ikut saja...", jawabnya makin jutek di telinga. Tapi tidak menghilangkan keseksiannya.
 Ingin rasanya kupeluk wanita ini sembari melangkah. Tapi, tanganku bukan kepunyaanku.
Hanya kakiku yg makin cepat mengikuti langkahnya...
 "Kita menggunakan ini..!"
 Aku baru sadar, saat itu sudah di area parkir. Di depanku kini berdiri seekor kuda.
Kuda jantan dengan poni panjang  indah  berwarna putih. Yang menarik adalah hiasan
pelananya bagai yang ada di filem-filem kerajaan. Pelana itu berwarna hijau.
 Dengan sigap, wanita ini melompat. Setelah diatas pelana dia berkata, "Ayo naik...!"
 Aku menurut. Tapi bukan melompat sepertinya. Ini kali pertama aku naik kuda. Tidak tahu
berpegangan dimana, aku menggamit pinggang wanita ini. Setengah kupeluk untuk dapat
naik diatas pelana. Otak mesumku masih bekerja baik. Apalagi setelah berhasil naik.
Pelukan dipinggangnya tidak kulepas. Sensasi apa pula ini? Rambutnya menyapu sebagian
leher dan wajahku. Duh, Tuhan, tolong agar wanita yang ada dalam pelukanku ini tidak
mengetahui segenap “gatal” yang ada di jiwaku.
 "Tutup mata bila takut. Berpegang di pinggang jangan di tempat lain!"
 Aku kembali terkesiap. Wanita ini rupanya dapat membaca pikiranku. Tetapi kuda itu
sudah bergerak. Meluncur dengan kecepatan tinggi. Sudah beberapa kali naik pesawat,
tapi tidak secepat ini tubuhku diterbangkan..

**

Rabu, 04 Maret 2015

Fungsi Bahasa dalam Komunikasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
    Bahasa amat penting dalam mobilitas sosial dan kehidupan manusia. Bahasa sebagai alat untuk mewujudkan pikiran tentang fakta dan realitas yang direpresentasikan dengan simbol bunyi bahasa. Dengan bahasa seorang bayi menangis untuk mengekspresikan dahaga, atau perlunya ganti diaper. Dengan bahasa, seorang filsuf menemukan ekspresi atau nama untuk merujuk sebuah konsep.
    Istilah tentang definisi, proposisi, hipotesis, aksioma, verifikasi, dan sebagainya sebagai penamaan terhadap konsep-konsep itu sendiri adalah langkah pertama untuk membangun pengetahuan. Kata adalah simbol lisan atau tulis bagi benda atau konsep yang disebut referent sebagai objek kata.
    Karena berkomunikasi menggunakan bahasa untuk merujuk pada referent (rujukan), maka simbol itu harus permanen. Jika tidak, komunikasi menjadi berantakan. Bila tidak dituliskan, bahasa akan kehilangan sifat permanennya, sehingga rujukan bisa hilang. Karena itu, bahasa tulis menjadi penting sebagai perekam peradaban manusia.
   Sejumlah fungsi bahasa yang mendukung dokumentasi peradaban manusia. Dalam literatur linguistik mengenal berbagai fungsi bahasa dengan istilah yang kadang berbeda. Namun, intinya sama bahwa bahasa mendokumentasikan peradaban.
   Titus, dkk (1979) dalam Rasjidi (1984), setidaknya mengemukakan beberapa fungsi bahasa diantaranya fungsi kognitif, fungsi emotif, fungsi imperatif, fungsi seremonial, dan fungsi metalingual. Selain fungsi bahasa yang dikemukakan itu, kita juga dapat mengetahui beberapa fungsi-fungsi bahasa lainnya.
   Sedangkan Hymes (1974) dalam Kushartanti (2005) menyebutkan adanya unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Unsur-unsur itu, meliputi setting and scene (latar), participants (peserta), ends (hasil), act sequence (amanat), key (cara), instrumentalities (sarana),  norms (norma), dan genres (jenis).      
       Tampak bahwa apa yang dikemukakan itu, mengenai aturan sosial berbahasa dan sebenarnya tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam pemakaian bahasa saja, tetapi juga menyangkut fungsi bahasa.




B.   Rumusan Masalah
         Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 
1.   Bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi?
2.   Bagaimana kedudukan kohesi dan koherensi dalam wacana?

C.   Tujuan
      Adapaun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.    Sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan perkuliahan pada Mata Kuliah Analisis Wacana di Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Linguistik Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
2.    Sebagai bahan diskusi untuk mendalami lebih komprehensif bidang ilmu linguistik khususnya kajian Analisis Wacana.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   Pengertian Bahasa
     Sebelum membahas tentang fungsi-fungsi bahasa dalam komunikasi, ada baiknya kita mengetahui dahulu pengertian bahasa itu sendiri. Di dalam masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan pelbagai macam makna, seperti bahasa bunga, bahasa diplomasi, bahasa militer, dan sebagainya. Lalu apakah bahasa itu?
     Bagi linguistik-‘ilmu yang khusus mempelajari bahasa’-yang dimaksud dengan bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat bahasa itu adalah pemahaman terhadap bahasa itu sendiri sebagai alat komunikasi yang terbaik dimiliki seseorang sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.  

    
B.   Fungsi-Fungsi Bahasa
         Berbicara mengenai fungsi penggunaan bahasa dalam komunikasi dapat diidentifikasi. Fungsi bahasa dalam komunikasi bisa dijabarkan berdasarkan tanggapan atau respon mitra tutur.
        Dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi yang beragam. Namun secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta, memengaruhi orang lain, bercerita, mengobrol, dan sejenisnya. Masing-masing fungsi bahasa itu dapat secara langsung dihubungkan dengan salah satu komponen dalam komunikasi.
        Fungsi-fungsi bahasa yang dimaksud yaitu:
1.  Fungsi Ekspresif
Fungsi ekspresif adalah bahasa yang didayagunakan untuk meluapkan atau menyampaikan ekspresi si penutur kepada diri sendiri atau khalayak ramai dengan maksud dan tujuan tertentu. Fungsi bahasa ini biasanya digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan, kebahagiaan, kesedihan, penyampai pesan.
Contoh: - Aduh perutku mual!
-     Ya, ampun, dia lucu sekali!
-     Waw, enak sekali rasa kue pelangi ini!
Contoh-contoh tuturan tersebut, pemakaian fungsi ekspresif mengungkapkan ekspresi rasa sakit dan rasa kagum.
2.    Fungsi Direktif
Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini, bahasa dapat digunakan untuk memengaruhi orang lain. Baik dari segi emosi, perasaan, maupun tingkah laku. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lainnya.
    Contoh: - Ayo, berangkat!
   -Silahkan makan
                 -Bantu saya mendorong meja ini.
           Fungsi direktif pada contoh di atas terlihat pada kata kerja yang memiliki makna perintah.



3.    Fungsi Informasional
Fungsi ini berfokus pada makna dan dapat dipergunakan untuk menginformasikan sesuatu. Misalnya, melaporkan, mendeskripsikan, menjelaskan, dan menginformasikan sesuatu. Contoh:
Saat ini, kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucingtrah atau galur mumi (pure breed), seperti persiam, siam, manx, sphinx. Kucing seperti ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan hewan resmi.
4.    Fungsi Metalingual
Fungsi ini berfokus pada kode dan digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Contoh:
Bahan bakar fosil di antaranya adalah minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Bila dibakar, maka akan menghasilkan SO2 dan NOx sebagai penyebab utama keasaman dalam air hujan. Penghasil SO2 dan NOx terbesar adalah pembangkit tenaga listrik dan industri yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
       Pada contoh di atas, unsur lambang bahasanya yaitu SO2 dan NOx. SO2 untuk melambangkan sulfur oksida, dan NOx untuk menyebut nitrogen oksida. Kedua lambang itu mengacu pada zat yang banyak dihasilkan dalam pembakaran. Artinya, kode bahasa ini digunakan untuk melambangkan kode yang lain.
5.    Fungsi Interaksional
Fungsi interaksional, yakni penggunaan bahasa yang memiliki hubungan timbal balik atau interaksi antara penyapa dan yang disapa atau pesapa. Fungsi bahasa ini biasa ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Contohnya secara lisan adalah debat, wawancara, diskusi, dan lain-lain. Sementara, dalam wacana tulis ada surat menyurat, chatting, dan lain-lain. Contoh:
Buruh 1: Kami di sini sudah memberikan yang terbaik dan semaksimal mungkin pada perusahaan ini. Jadi,  sudah sewajarnya kamu melakukan hal seperti ini, Pak. Bukannya ada dalam undang-undang tenaga kerja bahwa pekerja berhak mengajukan beberapa permintaan ke tempat dia bekerja jika dia sudah melakukan sesuatu yang sangat maksimal.

Buruh 2: Betul sekalian, bukan tanpa dasar hukum yang tidak jelas dan alasan yang tidak masuk akal kami berada di sini. Kami juga membawa data-data bahwa perusahaan ini, dari bulan ke bulan income-nya semakin meningkat 15% dari bulan sebelumnya.

Perwakilan perusahaan: Tunggu, tapi sadarkah kalian melakukan hal ini pada jam kerja? Bukannya melakukan konfirmasi melalui jalur birokrasi pada perusahaan saja, itu, khan, lebih dewasa dan elegan. Tidak membuat suasana menjadi kacau dan perusahaan merugi. Saya juga selaku direktur perusahaan ini telah membuat beberapa kebijakan dengan membuat tunjangan anak dan istri kepada kalian semua, dan mendaftarkan semua serikat pekerja kepada Jamsostek. Pihak manajemen perusahaan cenderung tidak pernah memangkas upah kalian yang menurut kami sudah sesuai UMR (Upah Minimum Regional) di kota ini.
6.    Fungsi Kontekstual
Fungsi kontekstual bahasa berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Fungsi tersebut berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan mempertimbangkan konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu ujaran yang sama akan berbeda maknanya apabila berada dalam konteks yang berbeda pula. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan berdasarkan konteks adalah dengan mempertimbangkan penanda-penanda kohesi dan acuan (reference) yang digunakan dalam situasi komunikasi.
Contoh: - Ini apa?
                 -Letakkan di situ.
            Acuan kata ini bisa bergantung pada konteks. Dan kita bisa mengetahui acuannya jika mendengarkan tuturan secara utuh. Begitupun dengan acuan kata ‘di situ’, ‘Ini’ atau ‘di situ’ bisa jadi sebuah objek, sebuah tempat atau lainnya.
7.  Fungsi Puitik
 Fungsi bahasa berorientasi pada kode dan makna secara  simultan. Artinya, kode kebahasaan dipilih secara khusus agar dapat mewakili makna yang hendak disampaikan si penutur. Biasanya, tuturan akan menimbulkan nilai rasa seni yang unik, menggelitik, berbau metapora, dan lain-lain.
Contoh: - Tua-tua Keladi, makin tua makin jadi.
         Bentuk ujaran ini lebih menekankan kode kebahasaan dan makna sekaligus. Mengingat setiap penutur bahasa Indonesia yang mempunyai kemampuan yang memadai akan memahami arti ujaran itu meski makna ujaran tidak berhubungan dengan bentuk ujaran. Kata-kata yang dipilih tersebut hanya mempertimbangkan rima atau persamaan bunyi semata, dan bukan kepada makna dari kata-katanya.  

C.   Konsep Kohesi dan Koherensi
         Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana, sehingga tercipta pengertian yang baik (Djajasudarma, 1994: 47).
           Kohesi adalah pertautan makna, sedangkan koherensi adalah keruntutan makna. Kohesi harus dibedakan pada tingkat wacana (proposisi) dan teks (bentuk). Koherensi hanya pada tingkat wacana. Koherensi ditentukan oleh kerangka acuan wacana.
1. Konsep Kohesi dalam Wacana
         Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Pengetahuan strata dan penguasaan kohesi yang baik memudahkan pemahaman tentang wacana. Wacana bernar-benar bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks (James dalam Tarigan, 1987: 97).
       Konsep kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan yang padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi adalah aspek internal dari struktur wacana. Tarigan (1987: 96) menambahkan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi adalah bagian dari kajian tentang aspek formal bahasa, dengan organisasi dan struktur kewacanaanya yang berkonsentrasi pada dan bersifat sintaksis gramatikal.
          Wacana yang baik dan utuh adalah jika kalimat-kalimatnya bersifat kohesif. Hanya melalui hubungan yang kohesif, maka ketergantungannya pada unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif khusus yang bersifat lingual-formal. Selanjutnya, Halliday (1976: 4) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana terdiri atas dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi), substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan unsur-unsur kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan collocation (kolokasi).
           Referensi atau penunjukan merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (Ramlan dalam Mulyana, 2005: 133). Dalam konteks wacana, penunjukan terbagi atas dua jenis yaitu penunjukan eksoforik (di luar teks) dan penunjukan endoforik (di dalam teks). Dalam aspek referensi, terlihat juga adanya bentuk-bentuk pronomina (kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata ganti lainnya).
            Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Elipsis (penghilangan) adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Bentuk atau unsur yang dilesapkan itu dapat diperkirakan ujudnya dari konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984: 40). Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya Kridalaksana, 1984:105 dan Tarigan, 1987:101). 
           Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal diantaranya adalah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya.



2. Konsep Koherensi dalam Wacana
           Brown dan Yule (1986: 224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam stuktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batinantara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan makna yang terjadi antarunsur secara semantik. Hubungan tersebut kadang kala terjadi dengan alat batu kohesi, namun kadang-kadang dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi, secara keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.



             Keberadaan unsur koherensi sebenarnya tidak pada satuan teks saja (secara formal), melainkan juga pada kemampuan pembaca atau pendengar dalam menghubung-hubungkan makna dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Jadi, kebermaknaan unsur koherensi terletak pada kelengkapannya yang serasi antara teks dengan pemahaman penutur atau pembaca (Brown, 1986:224).
              Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Harimurti (1984: 69) mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud. Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan kalimat lainnya secara semantis memiliki hubungan makna. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalahan pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan-tuturan yang koheren.
              Suatu rangkaian kalimat dituntut bersifat gramatikal sekaligus berhubungan secara logis dan kontekstual. Dengan demikian analisis wacana juga merupakan analisis keruntutan dan kelogisan berfikir. Jadi, koherensi adalah kepaduan antarbagian secara batiniah. Bagian-bagian yang disebut proporsi tersebut membentuk jalinan semantik sehingga tersusun kesatuan makna yang utuh.



BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
  Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Bahwa dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi yang beragam, seperti fungsi ekspresi, direktif, informasional, metalingual, interaksional, kontekstual, dan puitik. Namun secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta, memengaruhi orang lain, bercerita, mengobrol, dan sejenisnya.
2.    Bahwa hakekat bahasa itu adalah pemahaman terhadap bahasa itu sendiri sebagai alat komunikasi yang terbaik dimiliki seseorang sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. 
3.   Bahwa wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa.
4.   Bahwa istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting. Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun

B.   Saran
Dari uraian di atas, beberapa hal dapat menjadi saran berikut:
1.    Bahwa analisis wacana terus berkembang, dan makin diminati terutama karena mengkaji data bahasa secara utuh yang digunakan dalam komunikasi, baik komunikasi lisan maupun tulis. Karenanya, wawasan penganalisis wacana atas bidang linguistik yang lain, seperti sintaksis, semantik, pragmatik, dan sosiolinguistik amat diperlukan.
2.    Bahwa perkembangan analisis wacana menunjukkan babakan baru pada analisis wacana kritis (critical discourse analaysis), yang dapat dijadikan penyampaian kritik terhadap penguasa negara sebagai pengguna bahasa.


















DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Cetakan Ke-2). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Brown dan Yule. 1986. Discourse Analaysis. Cambrigde: Cambrigde University Press.

Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende: Nusa Indah.

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.

http://www.bimbie.com/2013/21/2.